Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO,Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf tak menyetujui isi draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Rancangan beleid yang ada saat ini dikhawatirkan menghambat pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Yusuf mempertanyakan keberadaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang setelah revisi dilakukan. Jika revisi menganulir undang-undang tersebut, Yusuf mengatakan PPATK akan tutup.
"Kalau undang-undang tidak berlaku, PPATK terancam gulung tikar. Saya seribu persen tidak setuju. Kalau seperti itu, kami minta (revisi) dicabut," kata Yusuf ketika dihubungi Tempo, Selasa, 4 Maret 2014.
Yusuf mengatakan, kalaupun undang-undang ini tetap diakui setelah KUHP dan KUHAP direvisi, rancangan beleid itu tak lantas bebas dari masalah. Yusuf khawatir pengaturan tindak pidana pencucian uang lewat KUHAP tak akan bisa merespons perubahan dan perkembangan kejahatan.
"Kalau ada modus-modus baru pencucian uang, tentu tidak bisa cepat untuk mengubah KUHP karena banyaknya pasal. Sementara kalau dengan undang-undang khusus seperti UU Nomor 8 Tahun 2010, bisa diubah dengan cepat," kata Yusuf.
PPATK juga tak menyetujui aturan KUHAP yang merancang penyadapan harus melalui izin pengadilan. Yusuf khawatir pemberantasan pencucian uang tak optimal kalau penyadapan harus mendapat izin hakim.
"PPATK memberi rekomendasi kepada penegak hukum soal penyadapan. Kalau ini harus lewat pengadilan, kami khawatir bocor dan pemberantasan pencucian uang tidak optimal," kata Yusuf.
Yusuf mengaku memahami upaya pemerintah merevisi KUHP dan KUHAP terkait dengan ratifikasi konvensi PBB tentang hak-hak sipil dan politik. Namun Yusuf meminta pemerintah menyesuaikan ratifikasi tersebut dengan kondisi Indonesia, baik dari segi kondisi geografis dan sosial budaya.
"Jangan lupa kondisi Indonesia dengan geografis yang berpulau-pulau, transportasi belum lancar dan tidak ada pengadilan di semua tempat. Belum lagi masyarakatnya yang belum tertib," kata Yusuf.
Namun Yusuf mengatakan tak akan meminta pemerintah menarik revisi KUHP dan KUHAP yang sedang dibahas dengan DPR sekarang. Yusuf mengatakan akan memberi masukan atas revisi ini saat diundang DPR dan pemerintah dalam pembahasan kedua RUU tersebut.