Franz Astani, Calon Hakim MK Doktor Pemasaran

Reporter

Senin, 3 Maret 2014 09:35 WIB

Barongsai beratraksi saat aksi damai membawa pesan TRI TURA (Tiga Tuntutan Rakyak) di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, (21/01). TEMPO/Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan Komisi belum pernah bertemu dengan tim pakar seleksi hakim konstitusi. Padahal, hari ini, Senin, 3 Maret 2014, Komisi dan tim pakar akan menguji kepatutan dan kelayakan calon hakim konstitusi. “Tim pakar baru terpilih pekan lalu dan baru kirim konfirmasi kesediaan Kamis dan Jumat kemarin,” kata Bambang ketika dihubungi, Ahad, 2 Maret 2014.

Sebelum uji kepatutan, Komisi akan bertemu dengan tim pakar yang akan memberi rekomendasi kelayakan calon hakim konstitusi. Rekomendasi tim pakar akan dijadikan acuan DPR dalam memilih hakim konstitusi yang layak. Adapun, anggota tim pakar adalah Buya Syafii Maarif, Laica Marzuki, Zein Bajeber, Natabaya, Lauddin Marsuni, Andi Mattalata, Saldi Isra, dan Husni Umar.

Jumlah peserta seleksi 12 calon hakim. Mereka punya latar belakang beragam, mulai dari dosen, notaris, politikus, hingga bekas pejabat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. DPR hanya akan memilih dua nama untuk mengganti Akil Mochtar—saat menjabat Ketua MK terjerat skandal suap dan ditangkap KPK—dan Harjono yang pensiun akhir Maret ini.

Salah satu calon hakim yang unik adalah Franz Astani, yang saat melamar jadi calon hakim konstitusi menyebut dirinya sebagai notaris. Namun sebenarnya, gelar akademisnya jauh lebih panjang daripada namanya. Setidaknya, menurut situs pemilihanrektor.ui.ac.id, di depan nama ada dia ada dua gelar (doktor dan insinyur) dan di belakang namanya ada delapan gelar: mulai sarjana hukum sampai doktor pemasaran.

Begini gelar akademis selengkapnya: Dr. Ir. Franz Astani, S.H.,M.Kn.,S.E.,M.B.A.,M.M.,M.Si.,Dr (K-Huk)., CPM (NUS-IMA).

Laki-laki kelahiran Semarang 2 Oktober 1953 ini pernah maju sebagai calon Rektor UI pada 2012 tapi gagal. Pada tahun itu pula dia menjadi calon Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Dua tahun sebelumnya, dia juga menjadi kandidat Dekan Fakultas Hukum UI. Dia juga mencalonkan diri dalam seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2007, 2008, dan 2011.

Inilah daftar pendidikan formal yang ditempuh FranZ:
1. Doctoral in Marketing at University of Indonesia (2006)
2. Post Graduate Study: Doctoral in Law (S3) at UNPAR, 2004–now
3. Magister of Public Notary and Land Regulation (MKn) at UI 2002
4. Master of American Studies (S2, MSi) at UI, 1999
5. Post Graduate Study: Public Not dan Land (SpN) at UI, 1995
6. Law (S.H.) at University of Indonesia, Jakarta (1992)
7. Magister Management (S2, MM) Penyetaraan) at IPMI (1996)
8. Master of Business Administration (S2, M.B.A.) at IPMI, (1986)
9. Economist (S1, S.E.) at University of Indonesia, Jakarta (1986)
10. Civil Engineer (S1, Ir.) at UNPAR, Bandung (1978)

Karena pendidikan yang beragam itulah, Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) memberinya penghargaan sebagai continuous learning process with time duration 44 years pada Agustus 2004.

TIKA PRIMANDARI | NUR HASIM

Terpopuler
Jokowi Capres, Demokrat Setia dengan Konvensi
Benarkah PDIP Sudah Susun Kabinet Bayangan?
Jokowi Kuatkan Elektabilitas Megawati
PDIP Sudah Dilobi Militer
Astrolog: Oktober 2014, Mega Rayakan Kemenangan









Berita terkait

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

4 jam lalu

Anggota Dewan Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif KRL

Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengatakan kenaikan tarif tidak boleh membebani mayoritas penumpang KRL

Baca Selengkapnya

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

2 hari lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

2 hari lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

2 hari lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

2 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

3 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

4 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

4 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

5 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

6 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya