Ekspresi Gubernur Banten non aktif, Atut Chosiyahsaat dicecar pertanyaan oleh awak media setelah menjalani proses pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta (12/2). Atut diperiksa selama kurang lebih delapan jam sebagai tersangka terkait dengan dugaan pemerasan dalam kasus proyek alat kesehatan (alkes) di Provinsi Banten. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO , Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi menduga Gubernur Banten Atut Chosiyah melakukan pemerasan dalam proyek alat-alat kesehatan di Provinsi Banten. "Atut modusnya menggunakan kewenangannya untuk minta sesuatu. Info detailnya penyalahgunaan wewenang kepada siapa, ada pada penyidik KPK," kata juru bicara KPK Johan Budi di kantornya, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2014.
KPK terus mengembangkan pemeriksaan terhadap tersangka korupsi alat kesehatan itu sampai tuntas. "Apakah ada pihak lain yang membantu Atut? Tentu masih dikembangkan dan didalami lagi terhadap kasusnya. Apakah dia sendiri atau tidak (dalam menjalankan modusnya) ini juga masih didalami," kata Johan. (Baca: Atut Lempar Kesalahan pada Bawahan)
Ia mengatakan apabila memang ada pihak yang terlibat dalam pemerasan dan ingin menjadi justice collaborator maka pihaknya menyatakan terbuka. "Kalau mereka ada yang mau tentu bisa. Tetapi syaratnya adalah seseorang itu harus kooperatif dengan mengakui kesalahannya terlebih dahulu," katanya.
Pengacara Atut, Firman Wijaya, mengatakan kliennya tidak mengatur proyek pengadaan sarana dan prasarana alat kesehatan Provinsi Banten 2011-2013. "Beliau tidak tahu-menahu soal proyek ini. Bu Atut tidak ingin dipojokkan, Bu Atut juga merasa selama ini tidak pernah mengarahkan atau mengatur-atur tentang proyek," kata Firman.
Atut ditetapkan sebagai tersangka dalam tiga kasus di KPK. Selain korupsi pengadaan alat kesehatan, dia diduga menerima gratifikasi dalam pengadaan alast kesehatan serta suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, terkait dengan sengketa pilkada Lebak.
Firman mengatakan kliennya tak bertanggung jawab atas adanya kasus dugaan korupsi proyek itu. Orang yang seharusnya bisa diminta pertanggungjawab adalah Kepala Dinas Kesehatan Banten, Djaja Buddy Suhardja. "Djaja itu kuasa pengguna anggaran, sedangkan ibu Atut tak mengetahui apapun soal proyek itu karena gubernur memang tak mengurusi proyek," kata Firman.