Menolak Digusur, Warga Blokade Akses Lahan TNI
Editor
Yudono Yanuar Akhmadi
Selasa, 4 Februari 2014 23:33 WIB
TEMPO.CO, Makassar - Sekitar seratus orang warga memblokir akses masuk ke jalan Asrama Polisi Tallo, di persimpangan Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Selasa (4/2) malam. Aksi tersebut merupakan bentuk protes warga terhadap eksekusi yang dilakukan Kodam VII/Wirabuana terhadap lahan yang sebelumnya digunakan warga berjualan kaki lima di sekitar kawasan Aspol, beberapa hari lalu.
Warga memblokir akses masuk ke jalan Aspol dengan membentuk barisan di pintu gerbang. Sambil berorasi, mereka membakar ban bekas untuk memancing perhatian. Aksi itu sempat menimbulkan antrean kendaraan sepanjang kurang lebih seratus meter di jalan arah menuju luar kota.
Aparat Kodam dari kesatuan Arhanud 141/BS melakukan pengosongan lahan seluas 3.500 meter persegi di kawasan Pampang sejak Desember 2013 hingga akhir Januari lalu. Petugas mengklaim tanah tersebut milik Kodam. Sekeliling lahan sudah dipagari dan dilarang melakukan aktivitas di atasnya. Sebelumnya, di lahan itu, warga sipil berjualan dengan mendirikan lapak-lapak kaki lima.
Aksi demonstrasi dan blokir jalan beberapa kali terjadi selama sepekan. Warga dibantu mahasiswa dan Lembaga Bantuan Hukum mendirikan posko di lokasi. Namun kali ini jumlah massa yang turun lebih banyak, karena beredar kabar salah satu di antara mereka dipukuli oknum TNI. "Dua orang teman kami dipukuli. Pelakunya tentara. Kami tidak tahu apa sebabnya," kata Asri, warga jalan Aspol di lokasi kejadian.
Berikutnya: Kabar warga dipukuli aparat.
<!--more-->
Menurut Asri, warga yang dipukuli bernama Ayi. Ia mengalami luka lebam di bagian wajah. Pemukulan itu terjadi sekitar pukul 20.00 Selasa malam, yang kemudian memancing warga lainnya berkumpul. "Saya dengar ada juga orang yang ditangkap. Tapi kami masih cari tahu," katanya.
Eksekusi lahan Kodam berbuntut panjang. Sebelumnya, pekan lalu, Lembaga Bantuan Hukum mengajukan surat keberatan kepada Panglima Kodam VII/ Wirabuana, Mayjen TNI Bachtiar. Aktivitas penggusuran dianggap semena-mena dan menyebabkan pedagang di lokasi tersebut terlantar. Para pedagang, melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar juga segera mengajukan gugatan ke Pengadilan Militer.
Koordinator LBH Makassar Bidang Buruh dan Masyarakat Miskin Kota, Haidir,mengatakan, TNI melakukan eksekusi pengosongan lahan tanpa didasari ketentuan hukum. Petugas Kodam disebut mengusir warga tanpa pernah memperlihatkan bukti kepemilikan lahan yang sah. "Kalau pun ada putusan pengadilan, semestinya eksekusi dilakukan oleh pengadilan. TNI cenderung main hakim sendiri," kata dia.
Haidir menyebutkan, warga sipil mulai menempati lahan di jalan Aspol Pampang sejak tahun 1999 dengan izin pemiliknya, Daeng Tojeng. Mulai tahun 2008, pihak Arhanud mengklaim tanah itu miliknya. Setiap bulan, masing-masing dari 25 pedagang di lokasi itu membayar iuran ke pihak TNI. Hingga akhirnya pada akhir tahun lalu muncul pemberitahuan mereka diminta pindah. "TNI juga tidak semestinya menyewakan asetnya."
Hingga saat ini belum ada konfirmasi dari pihak Kodam VII/ Wirabuana. Namun, Kepala Penerangan Kodam VII, Letkol TNI Herry Steve Sinaulan, saat dihibungi TEMPO Senin lalu, mengatakan, lahan yang ditempati warga tersebut merupakan tanah negara. Beberapa kali tanah tersebut berstatus sengketa, namun akhirnya dimenangkan Kodam. Menurut dia, status itu mendapat putusan peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Agung Nomor 624.PK/pdt/2013. "Putusannya ada kok, kita sudah sesuai prosedur," kata Steve.
Steve membantah dugaan oknum TNI memungut uang sewa terhadap para pedagang. Menurut dia, selama ini warga sipil menguasai lahan tersebut secara bebas. Selanjutnya, lahan tersebut akan digunakan untuk kepentingan prajurit TNI. "Belum ada rencana pembangunan," kata dia.
AAN PRANATA
Berita lain
Meski Jokowi Sidak, Aparatur Belum Kapok Juga
Ruhut: 100 jika Anas Urbaningrum Mau Buka-bukaan
Aset Adik Ratu Atut Biasanya Disebar ke Tiga Nama
Tikus di Masa Depan Akan Sebesar Domba
Tumpukan Lava di Gunung Kelud Picu Letusan Besar
Buku Harian Itu Ubah Nasib Shandra Woworuntu