Empat Sektor Rawan Korupsi Jelang Pemilu 2014

Reporter

Selasa, 28 Januari 2014 05:05 WIB

ANTARA/Fanny Octavianus

TEMPO.CO , Yogyakarta:Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM mengumumkan sejumlah sektor yang rawan menjadi lahan korupsi menjelang pemilu 2014. Sektor itu adalah BUMN, Perbankan, pajak, dan migas.

Peneliti senior lembaga itu, Zaenal Arifin Mochtar, menyatakan BUMN merupakan obyek jarahan korupsi untuk biaya politik yang potensial. Kasus Hambalang merupakan salah satu contoh ketika BUMN mudah menjadi sapi perahan politisi untuk kepentingan pemilihan. "Wajar, dana yang dikelola BUMN besar sekali, Rp 600 triliun," kata dia.

Karena itu, di tengah situasi menjelang pemilu, dia berharap Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan gugatan judicial review yang menghendaki kekayaan BUMN berada di luar anggaran negara. Posisi BUMN yang lepas dari pengawasan Badan Pengawasan Keuangan (BPK) RI akan membuka peluang lebar korupsi politik. "Isu ini mudah dibajak koruptor dan jadi mainan politisi," kata Zaenal.

Wilayah rawan lain, menurut Zaenal ialah perbankan. Termasuk Bank Indonesia dan bank-bank di bawahnya. Potensi korupsi politik di sini sama besarnya dengan di sektor migas dan pajak.

Apalagi sampai sekarang, kasus seperti century dan korupsi sektor migas masih belum tuntas. Menurut Zaenal penegak hukum seharusnya cekatan karena penyelesaian kasus-kasus korupsi besar membantu publik mendeteksi calon-calon bermasalah di pemilu. "Seharusnya ada kejelasan dan kepastian bagi publik," kata dia.

Sementara Pakar politik Fisipol UGM, Ari Dwipayana membenarkan maraknya potensi korupsi politik di sektor-sektor strategis perlu diwaspadai oleh penegak hukum. Dia memperkirakan pengeluaran partai politik dan kandidat calon legislatif maupun presiden menjelang pemilu 2014 lebih besar dari periode sebelumnya. "Biaya politik semakin mahal karena yang diatur baru sumber pendanaan dan mekanisme pengawasan keuangan partai saja," kata Ari.

Menurut dia agar pemborosan biaya politik tidak terjadi di pemilu lima tahun mendatang perlu ada reformasi besar-besaran pada regulasi pengatur pendanaan partai. Ini pertanda kebutuhan pada adanya Undang-Undang Pembiayaan Partai mendesak. "Untuk sekarang, pencegahannya harus ada pengawasan ketat di penggunaan pos APBN, APBD, kontrak karya, perizinan dan modus penggalanan dana politik yang massif lainnya," kata dia.

Ari mengusulkan dalam lima tahun mendatang perlu ada sejumlah regulasi setingkat undang-undang yang membatasi belanja partai. Misalnya, dia menambahkan, ada aturan ketat untuk melarang bentuk-bentuk kampanye penyedot biaya besar.

Penyelenggaraan pemilu legislatif dan presiden secara serentak sebenarnya berpeluang membuat partai makin berhemat pada lima tahun mendatang. "Penggunaan sumbangan publik untuk biaya politik partai juga harus dibatasi," kata Ari.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM



Berita Lain
Cuit Anas Urbaningrum: Demokrat Ganti Ketua Umum

Survei: Jokowi Bertahan, Prabowo-Aburizal Jeblok

Irfan Bachdim Resmi Gabung Klub Jepang

Suap di Bea Cukai, Kubu STAN vs Non-STAN Meruncing

Jazuli Laporkan Mahfud Md. ke Mabes Polri





Berita terkait

Warga Panama Selenggarakan Pemilihan Umum

10 jam lalu

Warga Panama Selenggarakan Pemilihan Umum

Warga Panama pada Minggu, 5 Mei 2024, berbondong-bondong memberikan hak suaranya dalam pemilihan umum untuk memilih presiden

Baca Selengkapnya

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

1 hari lalu

Beredar Video Harvey Moeis Jalan-Jalan Meski Ditahan, Kuasa Hukum: Itu Nyebar Fitnah

Kuasa hukum Harvey Moeis dan istrinya Sandra Dewi, Harris Arthur Hedar, membantah kliennya berkeliaran di salah satu pusat pembelanjaan di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

2 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

3 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya