TEMPO.CO, Yogyakarta - Penduduk yang selama puluhan tahun mendiami tanah peninggalan pemerintah kolonial Belanda di kawasan elite Kotabaru, Kota Yogyakarta, resah karena hingga kini Peraturan Daerah Istimewa (Perdais) Yogyakarta yang juga berisi soal tanah tak kunjung selesai.
“Kalau status tanah itu nanti ditetapkan sebagai tanah negara atau HGB yang diberikan negara, kami tenang. Kalau HGB itu resmi dinyatakan sebagai Sultan Ground, kami pusing,” ujar Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Kotabaru, Sugiarto, Senin, 9 Desember 2013.
Dia mengatakan, menurut Badan Pertanahan Nasional DIY, status tanah di Kotabaru 90 persen merupakan Sultan Ground. “Otomatis sertifikat HGB yang dipegang warga saat ini akan menjadi magersari,” katanya. Akibatnya, nilai tanah menjadi nol. Dia menunjuk kasus tanah berstatus Sultan Ground di kawasan Dagen. Pemilik lahan sudah memperoleh uang muka Rp 2 miliar dari Rp 7,4 miliar jual harga tanah, tapi kini tak jelas nasib transaksi itu. “Warga tak bisa berkutik dan investor juga tak berani melanjutkan proses transaksi,” kata dia.
Sugiarto menjelaskan, BPN pada 2008 pernah memberi jalan keluar. Agar dapat diubah menjadi hak milik bisa dilakukan dengan memberi kompensasi sebesar 30 persen dari Nilai Jual Obyek Pajak lahan berstatus Sultan Ground itu. Kompensasi itu masuk ke kas Keraton Yogyakarta. “Itu belum bisa disanggupi warga karena besar sekali nominalnya. Padahal lahan di Kotabaru minimal 800 meter persegi dan NJOP-nya sekarang Rp 2 juta per meter persegi,” kata dia.
Sugiarto mengaku tak tahu dasar hukum pengubahan tanah HGB berstatus Sultan Ground menjadi Sertifikat Hak Milik. Kepala Kantor Wilayah BPN DIY, Arie Yuriwin, belum bisa dikonfirmasi.
Anggota DPRD DIY, Arif Noor Hartanto, mengingatkan penduduk Kotabaru agar menunggu perdais tentang pertanahan disahkan. DPRD DIY menargetkan Perda Keistimewaan soal pertanahan ini sudah masuk Program Legislatif Daerah 2014. “Triwulan pertama kami sudah bahas soal itu sebagai prioritas untuk menyelesaikan persoalan pertanahan,” kata dia.