TEMPO.CO, Yogyakarta - Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Wonosari Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, mulai pekan ini, merekrut puluhan pengangguran di wilayah Gunung Kidul untuk dilatih menjadi tukang kayu profesional. “Kami tergerak membuat program yang menyasar kalangan pasangan suami-istri pengangguran serta kalangan dropped out,” ujar Kepala Sekolah SMKN 2 Wonosari, Sangkin, Senin, 9 Desember 2013.
Program pendidikan tukang kayu ini merupakan respons atas minimnya minat terhadap pengelolaan potensi kayu di Gunung Kidul yang melimpah. “Kayu-kayu daerah malah banyak diolah di luar sehingga tak ada nilainya. Padahal tingkat kemiskinan warga Gunung Kidul saja tinggi,” kata dia. Selain itu, perusahaan mebel di Gunung Kidul juga mengeluh kekurangan tenaga kerja terampil. Materi pelatihan meliputi proses pengolahan kayu Jati, Mahoni, dan Sengon yang banyak terdapat di Gunung Kidul.
Sangkin menuturkan, pelatihan akan ditangani oleh guru dan didampingi oleh siswa jurusan bangunan. Pelatihan berlangsung dua hari dalam sepekan di bengkel milik sekolah, yakni pada Sabtu dan Ahad. “Agar tidak menggangu proses belajar-mengajar siswa,” ujarnya. Untuk angkatan pertama ini, ada 32 orang yang dilatih selama dua bulan sampai akhir Januari 2014. Dalam pelatihan itu, sekolah juga menggandeng perusahaan mebel di Gunung Kidul. “Harapannya para warga itu mampu menimba pengalaman dan rezeki di perusahaan profesional.”
Pelatihan selama dua bulan itu mendapatkan bantuan dana dari Kementerian Pendidikan sebesar Rp 85 juta. Biaya dipakai untuk kegiatan operasional sekaligus memberi modal berupa alat pertukangan dasar kepada semua peserta.
Kepala Dinas Perkebunan dan Kehuatanan Gunung Kidul Bambang Wisnu mengakui selama ini potensi kayu Gunung Kidul yang produksinya mencapai 90 ribu meter kubik per tahun mayoritas hanya lari keluar tanpa diolah sehingga nilainya tidak meningkat. “Paling banter 25 persen dari kayu itu yang diolah di dalam, jadi seperti tak ada nilai manfaatnya,” kata dia. Pengusaha mebel Gunung Kidul justru mendatangkan tenaga ahli dari Kudus dan Jepara.
Kayu Jati dan Mahoni Gunung Kidul dipasok ke Sukoharjo, Klaten, Semarang, Kudus, dan Jepara. Luas hutan rakyat di Gunung Kidul mencapai 35 ribu hektare. “Kami harap langkah memperbanyak sumber daya yang bisa mengolah kayu memang memadai. Karena memprihatinkan ketika di sini sumber kayu tapi tak bisa menjadi sentra industrinya sekaligus,” kata dia.