TEMPO Interaktif, Jakarta:Gerakan Peduli Pembangunan Nias (GPPN) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengambil alih kasus korupsi yang melibatkan Bupati Nias, Sumatera Utara Binahati Baeha. Mereka menilai, kejaksaan tidak bersungguh-sungguh menangani kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 miliar itu. Surat izin untuk pemeriksaan Binahati telah dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada November 2004 yang lalu. Namun, sampai saat ini, kejaksaan belum memeriksa bupati sebagai tersangka. Kami melihat ada permainan antara bupati dan kejaksaan," ujar Toro Mendrofa, Ketua GPPN, Selasa (21/12) dikantor KPK, Jakarta. Padahal, kata Toro, kejaksaan telah memeriksa sejumlah anggota DPRD Nias dalam kasus yang sama. Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Edi Karim menerima pengaduan GPPN itu. KPK berjanji akan mempelajari kemungkinan pengambilalihan kasus ini. Sebelumnya, KPK juga menerima pengaduan dari masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Alimassyahwa melaporkan bupati dalam kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebesar Rp 66 miliar. Menurutnya, dugaan korupsi dilakukan melalui penggelembungan sejumlah proyek, antara lain pembelian 300 unit sepeda motor, pembebasan lahan, gaji anggota DPRD, dan pembelian pesawat terbang. Saat ini KPK juga sedang menerima pengaduan dugaan korupsi senilai Rp 2,6 miliar di PT PLN Sulawesi Selatan dan Tenggara. Korupsi ini melibatkan, General Manajer PT PLN Sulawesi Selatan dan Tenggara, Rachmadi Danoe Atmaja. Dugaan korupsi ini dilaporkan oleh LSM Transparasi Listrik Indonesia.Sutarto