TEMPO Interaktif, Jakarta:Empat dekade bergelimang dunia politik, Akbar Tandjung harus melepaskan jabatan terakhirnya sebagai politikus: Ketua Umum Partai Golkar. Mantan Ketua DPR itu dikalahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pemilihan Ahad dini hari.Kini ia tak memiliki "baju politik"--apalagi senjata--untuk meraih jabatan politis lima tahun ke depan. Apa yang akan ia lakukan? Tempo mewawancarai mantan Menteri Sekretaris Negara itu di hotel tempatnya menginap kemarin.Anda sepertinya di atas angin, tapi mengapa hasilnya lain?Saya mengira, karena menerima pertanggungjawaban saya begitu mulus, mereka juga mendukung saya. Ternyata tidak. Saya pikir ada faktor lain yang mempengaruhi mereka.Apa itu?Ya, ada faktor yang bisa dilihat dan tidak bisa dilihat. Faktor yang bisa dilihat, Pak Jusuf Kalla sebagai wakil presiden mereka anggap bisa membuat Golkar lebih baik. Untuk faktor yang tak bisa dilihat, sulit dijelaskan ya.Peserta musyawarah nasional tertarik kembali masuk ke kekuasaan?Kalaupun kami berada di luar pemerintahan, bukan berarti dalam semangat yang jelek. Semangatnya untuk menjalankan fungsi pengimbang. Bagaimana dari sisi "ekonomi"?Kalau begitu, kami di dalam pemerintahan dengan kepentingan-kepentingan subyektif. Dalam partai kan ada idealisme, sehingga kalaupun kami berada di dalam pemerintahan, bukan berarti untuk memetik kepentingan subyektif. Begitu normatifnya. Jadi, baik di luar maupun di dalam, sama saja. Jangan merasa kurang terhormat kalau berada di luar pemerintahan. Mungkin mayoritas orang Golkar memang tidak memiliki "gen" untuk berada di luar pemerintahan?Itu mungkin menjadi faktor penyebab. Artinya, mereka lebih suka di dalam pemerintahan daripada berada di luar pemerintahan. Menurut Anda, Golkar sudah diambil alih pemerintah?Saya belum bisa menilai kalau itu pemerintahan secara resmi. Tapi bahwa Pak Jusuf Kalla memiliki kepentingan, itu pasti. Kalau tidak, buat apa dia ngotot untuk merebut posisi Ketua Umum Golkar? Ya, bisa saja kalau pemerintah punya kepentingan. Kalau begitu, Partai Golkar tidak lagi efektif menjalankan fungsi pengawasannya. Tapi, apakah intervensi pemerintah telah sejauh itu, saya belum lihat. Tapi saya kira Pak Jusuf Kalla yang punya banyak kepentingan dengan Partai Golkar.Itu yang membuat Anda merasa seperti dikeroyok banyak orang??Ya, mungkin juga dengan dorongan orang-orang yang memang tidak suka sama saya. Terutama mereka yang dulu dikenai tindakan organisasi. Mereka melihat satu-satunya yang bisa mengalahkan saya mungkin Jusuf Kalla. Maka mereka mendorong Jusuf Kalla.Sebagian teman Anda masuk kepengurusan baru. Ada komentar?Ya, tentu saya kecewa. Kecewa itu bukan berarti saya melarang. Saya tidak akan melarang. Tapi kan paling tidak ya ngomong dulu. Ya, menyampaikanlah terlebih dulu kalau dia ada di situ. Tapi hal-hal seperti itu dalam politik sering kali tidak bisa dihindari. Politik itu kan menyangkut suatu kepentingan. Mungkin merasa kepentingannya lebih terakomodasi daripada mereka terus-menerus bersama atau dekat dengan saya. Apalagi saya dalam posisi tidak bisa memberikan sesuatu.Sesuatu apa?Mungkin jabatan, kedudukan.Sebagai politikus kawakan, Anda tidak mempunyai feeling akan ditinggalkan?Oh ya, saya punya. Tapi saya kan tidak bisa melarang orang. Apalagi orangnya seperti ada kesan menghindar. Ya, untuk apalah?Anda merasa dikhianati?Tidak, saya tidak sampai pada tingkat itu, tapi sesuatu yang sebetulnya tidak saya harapkan.Anda selalu terjun di dunia politik dan kini tidak lagi memiliki jabatan politik. Apa rencana Anda?Sementara, hari-hari ini, saya mau istirahat dulu. Saya mau ada acara keluarga. Saya mau pergi menengok anak saya yang sedang bersekolah di luar negeri. Sementara itu, akan saya pikirkan, saya endapkan dulu, baru saya rencanakan langkah ke depan. Sebagai orang yang selalu berkiprah dalam organisasi, tarikan-tarikan itu kan sangat kuat. Tinggal sekarang di mana itu yang perlu saya lihat. Terjun ke politik saya kira sudah tidak mungkin. Saya di Golkar kan sudah selesai. Jadi kita lihat saja nanti, ya.sunudyantoro/widiarsi/jobpie