Sejumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) yang melebihi ijin tinggal (overstayed) dari Arab Saudi saat proses pemulangan menuju daerah asal masing-masing di Balai Pelayanan Kepulangan TKI Selapajang, Tangerang, Banten, Selasa (1/11). Sebanyak 1.277 TKI overstayed yang terdiri dari dari 1.211 orang dewasa, 39 anak-anak, dan 27 bayi, dipulangkan dari Arab Saudi dengan menggunakan 4 kloter penerbangan. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Brebes - Kerasnya perjuangan mengurus amnesti sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi membuat Supari, 31 tahun, tak ingin kembali ke negeri yang kaya minyak itu. “Kecuali umrah atau naik haji,” kata warga Desa Luwungbata, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes itu kepada Tempo, Ahad, 17 November 2013.
Supari dan istrinya, Karsi, 30 tahun, sudah genap lima tahun menjadi TKI di Arab Saudi. Mereka berangkat pada 13 November 2008 melalui kantor cabang sebuah perusahaan jasa TKI (PJTKI) di Brebes. Kemiskinanlah yang memaksa mereka menjadi TKI setelah delapan bulan menikah.
“Anak-anak kecil dibawa semua,” ujarnya. Muhammad Jaelani, anak keduanya yang kini berumur lima bulan, ikut dibawa. Bahkan, dari pengamatannya, ada satu yang meninggal dalam antrean, seorang TKI asal Nusa Tenggara Barat yang berusia sekitar 35 tahun. “Herannya, tidak ada yang mengurusi.”
Selain pengap karena saking berjubelnya manusia, Supari menambahkan, para TKI tidak menemukan toilet di kantor KJRI Jeddah itu. Tak ayal lagi, sebagian TKI terpaksa mengenakan pamper atau popok bayi sekali pakai daripada kembali ke urutan belakang lantaran harus buang air kecil dengan keluar dari barisan.
Perjuangan tidak berhenti sampai di situ. Setelah mendapat SPLP, TKI harus mencari exit permit atau izin meninggalkan negara di kantor imigrasi Arab Saudi. Pelayanan exit permit bagi TKI hanya satu hari dalam sepekan. Ribuan TKI kembali berjejal untuk mendapat stempel biru di SPLP itu.
Saking padatnya antrean di kantor Imigrasi Jeddah, Supari terpaksa menguruskan exit permit Karsi dan dua TKI perempuan lain di kantor Imigrasi Madinah. Setelah melewati proses panjang, Karsi dan dua TKI lain itu bisa pulang lebih awal dari Supari. Ketiganya tiba di Jakarta pada 10 Oktober.