Jawaban Dirut Tempo BHM Atas Artikel di Kompasiana

Reporter

Kamis, 14 November 2013 20:00 WIB

Bambang Harymurti. Tempo/Arnold Simanjuntak

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Tempo Inti Media Tbk Bambang Harymurti memberikan klarifikasi atas tulisan Hendra Boen yang dimuat di Kompasiana. Berikut ini adalah tanggapan BHM--sapaan akrabnya.

"Artikel seorang kompasianer yang menggunakan id “Jilbab Hitam”(http://www.rimanews.com/read/20131111/126044/mengerikan-dan-brutal-tempo...) mengenai apa yang menurutnya sebagai kebusukan dan kebobrokan Tempo sungguh sangat menarik sebab data yang diberikan sangat mendetail dan data semacam sedetail itu hanya dapat diberikan oleh orang dalam yang mengetahui seluk beluk institusi Tempo dan orang-orangnya."

BHM: justru kebalikannya. Sebab data dasar seperti gaji saja keliru. Maka kami yakin penulisnya tak pernah bekerja di Tempo. Apalagi budaya wartawan Tempo adalah pantang menulis dengan menyembunyikan identitasnya. Penulis mengaku reporter Tempo angkatan 2006. Ini berarti satu angkatan dengan Eko N, reporter Tempo angkatan 2006 yang kemudian pindah ke Mandiri. Ini bantahan Eko
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/12/063529164/Mandiri-Ungkap-Kebohongan-Jilbab-Hitam

"Dalam komentar ada yang mempertanyakan artikel tersebut dengan mempermasalahkan penggunaan id anonim dan bukan nama sebenarnya. Menurut saya hal itu tidak masalah, sebab dari data-data yang diberikan sungguh mudah melacak apakah dia benar wartawan tempo atau bukan."

BHM: itu sebabnya dengan mudah kami yakin penulis bukan mantan wartawan/wati Tempo.

"Misalnya mudah dilacak wartawan Tempo berjenis kelamin wanita yang masuk pada tahun 2006 dan mengundurkan diri pada 2013. Kemudian mudah juga dilacak nama-nama yang dikatakan mantan wartawan tempo yang ditemuinya, apakah benar nama tersebut mantan wartawan tempo dan telah ditemui si “Jilbab Hitam”."

BHM: jelas bukan mantan wartawan Tempo

"Kekecewaan penulis artikel tersebut setelah melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Tempo maupun Gunawan Mohammad ternyata hanya sekelas wartawan bodrex yang memberitakan berita pesanan sesungguhnya tidak perlu terjadi bila dia membaca masa lalu Gunawan Mohammad yang bagian dari klik LBH Jakarta yang menerima dana-dana dari Amerika berjumlah jutaan dolar sejak tahun 1970 sampai jatuhnya Pak Harto untuk memberitakan semua hal yang jelek tentang Indonesia pada umumnya dan Pak Harto pada khususnya supaya menciptakan image bahwa orde baru sangat buruk sehingga harus dihancurkan dan pemerintah asing dapat masuk dan menjajah Indonesia."

BHM: pemerintah RI banyak menerima bantuan luar negeri termasuk AS. Juga banyak institusi lainnya termasuk ITB, MUI dsb. Jadi "so what"?

"Selain itu data atau fakta lain yang benar dari tulisan “Jilbab Hitam” adalah Tempo menerima uang dalam jumlah besar dari Edwin Soerjadjaja untuk memberitakan kasus Asian Agri dan mendiskriditkan pengusaha bernama Sukanto Tanoto alias Kang Ho."

BHM: silakan baca buku "Kesaksian Vincent" yang ditulis Metta (bisa dibeli di Gramedia). Tempo tak pernah menerima uang Edwin Soerjadjaja. Dilema yang saya hadapi sebagai pimpinan Tempo saat itu adalah bagaimana menyelamatkan jiwa Vincent yang merupakan saksi kunci kasus penggelapan pajak terbesar di Indonesia, yang berhasil dibujuk Metta/Tempo untuk menyerahkan diri ke KPK bersama semua bukti-buktinya, ternyata tak bisa dilindungi KPK karena harus diserahkan ke Polda untuk pemberkasan kasus pencurian uang Asian Agri dan kami mendapatkan informasi bahwa ia akan dihabisi di dalam?
Saya yang meminta Metta untuk mencari konglomerat putih yang mungkin bisa membantu karena saya tahu setiap konglomerat di Indonesia punya "orang dalam" di polisi untuk menjaga kepentingan keamanan bisnis mereka. Metta melakukannya dengan masygul karena dia seorang wartawan yang amat menjunjung tinggi etika. Bahkan kemudian dia minta "diadili" oleh majelis kode etik AJI untuk kasus ini dan oleh majelis kode etik yang diketuai oleh pak Atmakusuma (pemenang Magsasay award" dinyatakan tak ada pelanggaran etika karena ada kewajiban wartawan untuk melindungi sumbernya.

" Indikasi hal ini terbukti dengan hasil penyadapan terhadap telepon wartawan Tempo yang menangani proyek penghancuran Asian Agri, yang mana terbukti yang bersangkutan meminta dan menerima uang dari anak Om William sebesar Rp. 100juta. Ketika ketahuan, Tempo beralasan bahwa uang tersebut adalah sumbangan dana menyewa pengacara dari si pengusaha untuk saksi kunci kasus Asian Agri, Vincent yang saat itu sedang terjerat kasus pidana penggelapan uang dalam jumlah besar di Asian Agri."

BHM: uang itu diserahkan Metta sepenuhnya kepada keluarga Vincent untuk biaya pengacara. Silakan dibaca bukunya.

"Alasan Tempo dan sang wartawan, Metta Dharmasaputra tersebut jelas dibuat-buat, sebab bila benar Vincent membutuhkan jasa hukum, dan Edwin mau membantu demi kemanusiaan, maka Edwin Soerjadjaja sebenarnya dapat dengan mudah meminta jajaran kantor hukum yang biasa dia sewa untuk membela Vincent dan biaya ditanggung oleh Edwin, atau bisa juga para pengacara tersebut memberikan jasa pro bono atau mengurangi biaya jasa hukum mereka, sehingga tidak perlu ada uang kontan masuk ke Tempo langsung."

BHM: tidak ada satu peser pun uang masuk ke Tempo. Bahkan Tempo keluar uang untuk kasus ini.

"Selain itu, Bambang Harimurti, dan Gunawan Muhammad maupun Tempo sangat dekat dengan ketua transparancy international, lembaga yang bergerak di bidang anti korupsi dan menerima dana asing. Ketua transparancy international ini memiliki kantor pengacara, dan bila memang benar dia aktivis anti korupsi dan bukan sekedar jualan jamu “anti korupsi” demi pencitraan dan menerima dana asing, maka tentu yang bersangkutan akan sukarela mendampingi Vincent demi membongkar “skandal pajak terbesar” Indonesia."

BHM: Saya memang salah satu pendiri "Transparency International Indonesia" dan memang saya mendampingi Vincent semampu saya secara sukarela. Kami mendapatkan juga bantuan pengacara probono. Namun jangan lupa, pengacara probono yang gratis itu jasa pengacaranya sedangkan biaya logistik "at cost" tetap harus kami tanggung. Saya beruntung beberapa teman kemudian bantingan untuk membayar biaya-biaya ini.

"Kebenaran lain dari tulisan “Jilbab Hitam” adalah mengenai kedekatan Metta Dharmasaputra dengan pengusaha-pengusaha kaya raya Indonesia, sehingga dengan mudah dia bisa menjadi penghubung Tempo untuk meminta uang dari Edwin Soerjadjaja."

BHM: Sebelum bekerja di TEMPO. Metta adalah wartawan harian Bisnis Indonesia yang sudah banyak mengenal konglomerat dan pengusaha Indonesia.

"Untuk mengetahui seberapa dekat orang ini dengan para konglomerat kita harus kembali ke tahun 2005, di mana saat itu Metta Dharmasaputra bisa menghadiri acara ulang tahun perkawinan Lim Sioe Liong di Singapura dan memberitakannya untuk Tempo.
Hal di atas adalah prestasi yang tidak bisa dipandang sebelah mata, sebab acara Om Liem tersebut sangat tertutup, rahasia dan eksklusif sampai-sampai undangannya sendiri khusus, yaitu koin emas murni yang dibuat khusus acara, yang harus dibawa untuk bisa masuk ke acara ulang tahun tersebut.
Ajaibnya seorang Metta Dharmasaputra yang saat itu masih wartawan junior bukan saja mendapat informasi jelas mengenai lokasi dan tanggal acara ulang tahun keluarga salim itu, tetapi juga berhasil mendapatkan atau dipinjamkan undangan berupa koin emas yang seharusnya hanya dimiliki pengusaha-pengusaha dan para pejabat yang diundang Om Liem, yang tentunya bukan orang sembarangan. Kemungkinan paling besar adalah seorang pengusaha saingan Om Liem mengabari Metta dan memberikan semua informasi yang diperlukan untuk hadir di acara tersebut dan memberitakan di Indonesia tentang bagaimana “kehidupan mewah” keluarga Salim di pengasingan. Pertanyaannya adalah mengapa dari semua wartawan di Tempo, si pengusaha gelap itu menghubungi Metta Dharmasaputra?

BHM: Itulah kehebatan Metta sebagai wartawan bisnis. Karena reputasinya yang baik, berintegritas tinggi dan penuh idealisme, banyak nara sumber yang kagum dan jadi simpatisannya. Banyak sumber Metta adalah kalangan pengusaha, termasuk para konglomerat.

"Dalam kasus Asian Agri juga demikian, Bambang Harymurti mengakui bahwa ketika Vincent sedang dalam pelarian karena mencuri uang perusahaan, yang bersangkutan menghubungi Metta via email, padahal saat itu mereka tidak saling kenal. Ini jelas aneh, di antara ratusan wartawan Tempo, entah bagaimana Vincent yang sedang dalam pelarian berinisiatif menghubungi Metta yang tidak dikenalnya."

BHM: Kalau bagi yang sudah membaca buku "Kesaksian Vincent" hal ini amat terang benderang. Metta bukan wartawan pertama yang dikontak Vincent via email. Ada dua wartawan lain. Bahkan Metta bukan wartawan pertama yang kemudian menemui Vincent di Singapura. Ini cerita seru. Silakan baca bukunya. Saya jamin asik.

"Apakah mungkin pengusaha yang menggerakan dan mendanai Vincent untuk menyerang Asian Agri sama dengan yang memberikan undangan emas keluarga Liem kepada Metta? Kalau ternyata beda orang, maka sungguh hebat jaringan konglomerat yang dipegang Metta Dharmasaputra ini."

BHM: memang inilah kehebatan Metta sebagai wartawan handal. Berkat Metta dan Vincent maka pemerintah mendapatkan dana Rp 2,5 T dan penggelapan pajak terbesar di Indonesia dibonglar dan kemudian dihukum. Hebat kan?

"Melihat fakta-fakta di atas, maka tampaknya keputusan Orde Baru membredel Tempo majalah yang suka memfitnah demi uang itu sudah benar dan tepat.(Hendra Boen. seorang Warga/kompasiana/KCM)"

BHM: Memang sejak MA menghukum Asian Agri harus membayar triliunan rupiah karena pidana pengemplangan pajak terbesar dalam sejarah RI, banyak serangan anonim kepada Tempo dan Metta di dunia maya. Bahkan peneliti atau Universitas yang bersedia mengritik buku Metta atau keprofesionalan Tempo akan mendapatkan sponsor. Kemudian setelah membongkar kasus korupsi pimpinan PKS serangan semakin gencar. Ya dihadapi saja. Selama Tempo setia pada profesi dan terus membela kepentingan publik, kami yakin pasti akhirnya akan menang. :)
http://www.mongabay.co.id/2012/12/28/gelapkan-pajak-asian-agri-dihukum-denda-rp25-triliun/

BHM



Berita Lainnya:
Media Relations Mandiri Bantah Ketemu Jilbab Hitam
Kompasiana: Tulisan Jilbab Hitam Provokatif
Ini Kejanggalan Tuduhan Jilbab Hitam pada Tempo
BHM: Penulis di Kompasiana Bukan Jebolan Tempo
Dituding Peras Mandiri, Ini Jawaban Tempo

Berita terkait

Palti Hutabarat Didakwa Pasal Berlapis di Kasus Rekaman Suara Kades Diminta Menangkan Prabowo

6 hari lalu

Palti Hutabarat Didakwa Pasal Berlapis di Kasus Rekaman Suara Kades Diminta Menangkan Prabowo

Kasus Palti Hutabarat ini bermula saat beredar video dengan rekaman suara tentang arahan untuk kepala desa agar memenangkan Prabowo-Gibran

Baca Selengkapnya

Saksi Ahli Sebut Ucapan Adam Deni Tuduhan tapi Dampaknya Menistakan Nama Baik Ahmad Sahroni

36 hari lalu

Saksi Ahli Sebut Ucapan Adam Deni Tuduhan tapi Dampaknya Menistakan Nama Baik Ahmad Sahroni

Pegiat media sosial, Adam Deni Gearaka, kembali menjalani sidang perkara pencemaran nama baik Ahmad Sahroni

Baca Selengkapnya

ICJR Ungkap 4 Alasan Aktivis Lingkungan Karimunjawa Daniel Frits Harus Diputus Bebas

37 hari lalu

ICJR Ungkap 4 Alasan Aktivis Lingkungan Karimunjawa Daniel Frits Harus Diputus Bebas

Aktivis lingkungan Karimunjawa Daniel Frits dikriminalisasi setelah memberi komentar soal rencana tambak udang di Karimunjawa.

Baca Selengkapnya

Kalapas Cipinang Bantah Petugas Lapas Aniaya Adam Deni, Terdakwa Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

38 hari lalu

Kalapas Cipinang Bantah Petugas Lapas Aniaya Adam Deni, Terdakwa Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Kalapas Kelas I Cipinang memastikan tidak ada kekerasan terhadap Adam Deni, tersangka pencemaran nama baik politikus Nasdem Ahmad Sahroni

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik, SAFEnet: Bentuk Pengakuan Banyak Kriminalisasi Selama Ini

39 hari lalu

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik, SAFEnet: Bentuk Pengakuan Banyak Kriminalisasi Selama Ini

MK menghapus Pasal 14 dan Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 ayat 1 KUHP tentang pencemaran nama baik

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik, Polisi Sebut akan Beradaptasi dan Patuh

40 hari lalu

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik, Polisi Sebut akan Beradaptasi dan Patuh

Polri menyatakan akan beradaptasi dengan keputusan MK yang menghapus pasal pencemaran nama baik

Baca Selengkapnya

Amar Putusan MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong, Begini Bunyinya

40 hari lalu

Amar Putusan MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong, Begini Bunyinya

MK resmi hapus pasal berita bohong dan pencemaran nama baik. Begini bunyi amar putusan dari MK dan isi pasal tersebut?

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong

41 hari lalu

MK Hapus Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi yang diajukan Haris Azhar dkk. Salah satunya menghapus pasal pencemaran nama baik

Baca Selengkapnya

UU Pers Jamin Kerahasiaan Narasumber, Apa Maksud Bahlil Laporkan Narasumber Tempo ke Polisi?

42 hari lalu

UU Pers Jamin Kerahasiaan Narasumber, Apa Maksud Bahlil Laporkan Narasumber Tempo ke Polisi?

UU Pers memberikan pers kekuatan untuk menolak mengungkapkan identitas narasumber yang tidak ingin diungkapkan, jika diminta oleh pihak tertentu.

Baca Selengkapnya

Sidang Lanjutan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni oleh Adam Deni Batal Digelar Hari Ini

48 hari lalu

Sidang Lanjutan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni oleh Adam Deni Batal Digelar Hari Ini

Persidangan Adam Deni Gearaka dengan agenda pemeriksaan saksi atas kasus pencemaran nama baik berupa pembungkaman Rp 30 miliar batal digelar hari ini.

Baca Selengkapnya