Para pengunjuk rasa dari Komite Bersama, gabungan berbagai elemen buruh dan mahasiswa beraksi menolak Upah Minimum Provinsi (UMP) 2011 di depan gedung Disnakertrans Provinsi DIY di Yogyakarta. TEMPO/Arif Wibowo
TEMPO.CO, Yogyakarta - Aliansi Buruh Yogyakarta (ABY) mendesak Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X memutuskan upah minimum provinsi (UMP) dengan menimbang kenaikan upah di wilayah perbatasan DIY-Jawa Tengah.
“Tahun lalu, alasan pemerintah menetapkan upah rendah karena wilayah sekitar DIY juga rendah. Sekarang alasannya apa lagi? Usulan kabupaten perbatasan DIY sudah cenderung tinggi,” kata Sekretaris Jenderal ABY Kirnadi, Selasa, 12 November 2013.
Dia kembali meminta untuk bisa bertemu dengan Sultan sebelum besar upah minimum provinsi diputuskan. Aliansi akan membeberkan tren kenaikan upah usulan pada 2014 dari Kabupaten Magelang, Klaten, dan Purworejo.
Menurut dia, usulan upah minimum di Magelang yang berbatasan dengan Kabupaten Sleman pada 2014 besarnya Rp 1.160.000. Jumlah itu lebih baik dibanding Sleman yang hanya Rp 1.028.000. “Dari Sleman dan Magelang saja bisa dilihat kenaikan di wilayah DIY hanya 8-10 persen dibanding tahun ini. Sedang Magelang berani sampai 15 persen,” ujar Kirnadi. Dia tak percaya kondisi investasi dan produk domestik regional bruto (PDRB) Magelang lebih baik.
Usulan kenaikan upah di Kabupaten Klaten pun lebih baik dibanding tetangganya, Kabupaten Gunung Kidul yang mengusulkan UMK Rp 1.007.000, sedang Klaten mengusulkan Rp 1.110.000.
Usulan di Kabupaten Kulonprogo tahun ini sudah baik, yakni Rp 1.160.000 yang sepadan dengan tetangganya Purworejo. Tapi Kirnadi yakin usulan itu akan ditekan Dewan Pengupahan karena mendekati angka usulan Kota Yogyakarta, yakni Rp 1.170.000. “Kami melihat ada upaya agar daerah kabupaten di DIY jangan sampai lebih tinggi usulannya dari Kota Yogyakarta. Ini sangat naif,” kata dia. ABY juga mendesak Sultan tidak memakai alasan penerapan upah tinggi di Yogyakarta bakal mengancam tingginya pengangguran.