TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan melansir hasil penelitiannya soal seberapa rentan pegawai negeri sipil terjerat kasus korupsi. Berdasarkan studi yang digelar oleh PPATK sejak 2011-2013, terungkap bahwa PNS pemerintah daerah lebih rentan terjerat kasus korupsi dibandingkan PNS di tingkat pusat.
"Berdasarkan penelitian, PNS pemda 1,6 kali lebih rentan melakukan korupsi dibandingkan PNS pemerintah pusat," ujar Wakil Ketua PPATK Agus Santoso dalam diskusi bertajuk "Suap Kepala Daerah: Rakyat Makin Menderita", di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat, 25 Oktober 2013.
Rasio tersebut lebih tinggi dibandingkan PNS di tingkat pusat yang tercatat hanya 1,1 kali rentan korupsi. Menurut Agus, PNS pemda memiliki kecenderungan besar dimanfaatkan oleh atasannya. "Tipologi korupsinya seperti atap rumah, memanfaatkan bawahan untuk melakukan tindak korupsi," kata dia.
PPATK juga mencatat, staf dan bendahara PNS di daerah paling sering dimanfaatkan atasan mereka dalam kasus-kasus korupsi beserta tindakan pencucian uang. "Buat anak muda yang jadi PNS di daerah, sebaiknya jangan mau dimanfaatkan oleh atasannya," ujar Agus.
Menurut Agus, para bawahan sering kali tak menyadari sudah dimanfaatkan untuk melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima, menyetor, ataupun menyimpan uang dari atasan dengan rekening pribadi mereka. Berdasarkan Undang-Undang Pencucian Uang Pasal 5, kata Agus, mereka yang menampung atau menyimpan uang yang diduga terkait korupsi bisa dikenai pidana lima tahun penjara. (Baca: KPK harus periksa PNS korupsi)
Temuan mengejutkan yang lain
<!--more-->
Selama tiga tahun data studi, PPATK juga menemukan sebanyak 67 persen dari 310 laporan hasil analisis transaksi kepala daerah diduga hasil pencucian uang. "Sekitar 53,74 persen dari jumlah itu terjadi di tingkat pemerintah daerah," ujar Agus.
Temuan mengejutkan lainnya, PPATK menyebut seluruh Pulau Jawa terindikasi dengan korupsi dan pencucian uang. Begitu juga dengan sebagian Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan bagian timur Indonesia. "Buktinya, korupsi di Provinsi DKI Jakarta mulai diusut satu-persatu," kata Agus.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah I Wayan Sudirta sekaligus Ketua Panitia Pengubahan Undang-Undang Pilkada menyatakan, masyarakat mulai bosan dengan fakta korupsi yang begitu mengakar di daerah. "Situasinya sudah hampir chaos karena sebagian masyarakat tak lagi percaya pada pejabat publik," kata dia.
Wayan mengkritik sistem rekrutmen calon gubernur ataupun legislator oleh partai politik yang lebih mementingkan kemampuan finansial yang dimiliki. "Sekarang ini yang terjadi, makin besar modal calon, makin besar peluangnya," ujar dia.
Menurut Wayan, dibutuhkan keberanian untuk melakukan revisi UU 32 tentang Pilkada. "Beranikah kita melakukan pembatasan atas pendanaan dan sponsor calon gubernur?," ujar Wayan.
SUBKHAN
Berita terpopuler:
Pengacara Tak Tahu Suami Airin Punya Wanita Lain
Menteri Gamawan: FPI Aset yang Perlu Dipelihara
Soal Kasus Wawan, Adnan Buyung Mau Gugat KPK
Tren Korupsi Banten, Temuan BPK: Main Proyek Nyawa
Ini Orang PKS yang Minta Mobil Luthfi Dipindahkan