Dapat Modal, PSK Tetap Kembali ke Lokalisasi
Editor
Yandi M rofiyandi TNR
Minggu, 13 Oktober 2013 06:00 WIB
TEMPO.CO, Banyuwangi - Banyak perempuan seks komersial di Banyuwangi, Jawa Timur, yang sulit lepas dari lokalisasi meski Kementerian Sosial telah memberikan bantuan modal usaha. Alasannya, dari usaha mereka belum menghasilkan hingga terjerat utang ke bank harian.
Eni (bukan nama sebenarnya), PSK asal lokalisasi Turian, Kecamatan Purwoharjo, mengatakan, modal usaha sebesar Rp 5 juta dari Kementerian Sosial telah ia belikan tiga ekor kambing. Ia memilih beternak dengan harapan kambing tersebut bisa beranak-pinak lebih banyak. "Kambingnya titip ke saudara," kata perempuan 31 tahun ini kepada Tempo, Kamis 10 Oktober 2013.
Dari kambing itu, Eni berharap bisa menyekolahkan anak semata wayangnya lebih tinggi dan sisanya untuk modal usaha. Sambil menunggu ternaknya beranak-pinak, Eni pun kembali ke lokalisasi. Perempuan yang telah empat tahun jadi PSK ini mengaku tak punya penghasilan lain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. "Menunggu ternak kambingnya pasti masih lama," kata Eni asal Jember ini.
Sebelumnya Eni bisa mengantongi uang Rp 200 - Rp 300 ribu sehari dari pekerjaannya melayani tamu. Namun setelah lokalisasi Turian ditutup Satpol PP, pelanggan makin sepi. Eni pun kelimpungan mencari tambahan penghasilan. "Sekarang ada satu tamu sehari saja sudah bagus," kata dia.
Rani (bukan nama sebenarnya), salah satu mantan PSK, mengatakan, masih banyak teman-temannya yang kembali ke lokalisasi Pakem. Menurut dia, modal usaha yang diberikan pemerintah banyak dipakai membayar utang ke mucikari, pemilik wisma, dan bank harian.
Rani bercerita, sebagian besar PSK terjerat hutang karena kebutuhan hidup yang tinggi. Mulai keperluan sewa kamar, makan, beli pakaian, dan kosmetik. Apalagi banyak PSK menjadi tulang punggung keluarga. "Utang ke bank harian bisa Rp 500 ribu - Rp 1 juta per bulan," katanya.
PSK sering kewalahan membayar utang-utang itu, terlebih saat musim pelanggan sepi. Akhirnya mereka pun utang ke mucikari maupun pemilik wisma. Jeratan utang inilah, kata Rani, yang membuat PSK sulit keluar dari dunia prostitusi.
Kembali ke lokalisasi yang sudah ditutup bukan tanpa rintangan. Para PSK tersebut harus kucing-kucingan dengan Satpol PP. Ahmad, pemilik wisma di lokalisasi Pakem, mengakui, PSK memilih waktu malam hari untuk melayani tamu. Sebab razia Satpol PP lebih banyak dilakukan siang hari. "Baru saja ada razia Satpol PP," katanya kepada Tempo, Kamis siang.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menutup 10 dari 12 lokalisasi. Kementerian Sosial RI kemudian menggelontorkan modal usaha sebesar Rp 1,9 miliar kepada 251 perempuan seks komersial yang bersedia meninggalkan profesinya itu.
Dana tersebut terdiri dari modal usaha ekonomi produktif sebesar Rp 5 juta/orang, dana jaminan hidup Rp 1,8 juta, dan dana pelatihan Rp 1 juta. Sebelum menggunakan dana itu, para PSK lebih dulu diberi pelatihan wirausaha. Selengkapnya, baca Edisi Khusus Dolly.
IKA NINGTYAS
Berita terkait
Mantan Muncikari Naik Haji
PSK di Dolly Mengaku Tidak Suka Pria Perkasa
Semalam, Satu PSK Dolly Layani 10 Tamu
Prostitusi di Dolly, Siapa Yang Diuntungkan?