Anggota fraksi Partai Demokrat Angelina Sondakh (baju putih) bersama sejumlah teman satu fraksinya, saat mengikuti rapat paripurna, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (6/3). Angelina Sondakh kembali melakukan kegiatan leglisasi sebagai anggota dewan setelah dua minggu tidak bertugas untuk menyelesaikan perkara hukum terkait ditetapkan dirinya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan korupsi Wisma Atlet Palembang. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Adnan Pandu Praja mengatakan, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) merupakan lembaga terkorup kedua sesudah kepolisian. Jika dibandingkan dengan negara-negara Asia-Pasifik, hanya Indonesia yang parlemennya masuk ke dalam lembaga terkorup.
Adnan menjelaskan, sejak tahun 2009 sampai sekarang, parlemen konsisten berada di tiga besar lembaga yang paling korup. "Inilah kelebihan parlemen kita, kreatif," ujar Adnan dalam kuliah umum "Upaya Pemberantasan Korupsi dan Anatomi Korupsi pada Pelaksanaan Pemilu" di gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Senin, 16 September 2013.
Saat ini, koruptor terbanyak yang ditangani KPK adalah anggota Dewan. Terdapat lebih dari 65 anggota Dewan yang telah dibui karena tindak pidana tersebut. "Memang anggota parlemen jadi persoalan di negeri ini," ujar Adnan.
Adnan menyinggung kinerja anggota DPR yang terus menurun sejak awal reformasi sampai sekarang. Semula, dia melihat kinerja anggota DPR sangat bagus, banyak produk legislasi bermutu yang dihasilkan. Tetapi, 15 tahun setelah reformasi, menurut Pandu, produk yang dihasilkan berbeda jauh kualitasnya. "Memang idealisme anggota Dewan paling bagus setelah terjadi gonjang-ganjing politik 98," ujar Adnan.
Adnan menyarankan anggota Dewan memperhatikan kutipan Presiden kedua Filipina, Manuel L. Quezon, bahwa loyalitas kepada partai berakhir setelah loyalitas kepada negara dimulai. "Harusnya mereka bisa menghayati kutipan ini baik-baik."