TEMPO Interaktif, Jakarta:Penyebab kematian Munir di atas pesawat yang sedang membawanya ke Belanda pada 7 September lalu mulai terungkap. Mengutip hasil otopsi aparat hukum Belanda, Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Suyitno Landung kemarin menyatakan, aktivis hak asasi manusia itu tewas karena racun arsenik."Di dalam tubuh almarhum (Munir) terdapat zat arsenik yang melampaui batas kewajaran," kata Suyitno kepada wartawan di Markas Besar Polri, Jakarta.Kendati begitu, Suyitno menambahkan, belum diketahui bagaimana maupun kapan racun masuk ke tubuh Munir. Untuk itu, penyelidikan akan dilakukan dengan mengirimkan enam anggota Polri ke Belanda pekan depan. Tim terdiri atas dua penyidik reserse, dua dari laboratorium forensik--salah satunya ahli toksikologi, dan dua dari kedokteran. Mereka akan didampingi staf Departemen Luar Negeri serta ahli toksikologi dari Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sebagai pembanding.Munir meninggal di atas pesawat Garuda GA-974 dalam perjalanan menuju Belanda. Rencananya Munir akan menempuh studi hukum humaniter di sana. Saksi mata menuturkan, saat itu Munir muntah-muntah dan buang air terus-menerus setelah pesawat transit di Singapura. Ia bahkan dikabarkan sampai berguling-guling di lantai pesawat (Koran Tempo, 8/9).Karena menganggap kematian Munir tak wajar, Departemen Kehakiman Belanda melakukan otopsi terhadap jenazahnya. Menurut kontributor TempoLea Pamungkas di Amsterdam, otopsi sebenarnya sudah rampung cukup lama. Namun, baru pada Kamis (11/11), Departemen Luar Negeri Belanda menyerahkan hasilnya kepada Departemen Luar Negeri Republik Indonesia.Ny. Suciwati, istri Munir, kemarin mendatangi Markas Besar Polri untuk menanyakan hasil otopsi. Ditemani sejumlah aktivis kolega almarhum suaminya, ia ditemui Suyitno Landung. Dalam pertemuan Suci menjelaskan bahwa Munir tidak pergi ke mana-mana sepekan sebelum berangkat ke Belanda. "Almarhum juga tidak suka jajan atau ke restoran," kata Suyitno mengutip Suciwati. Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar di Kantor Kepresidenan menyatakan, tim penyelidik akan segera memeriksa saksi-saksi, baik saksi waktu berangkat, transit di Singapura, maupun selama penerbangan Jakarta-Amsterdam. Ada kemungkinan, kata dia, makam Munir di Batu, Malang, dibongkar. "Tapi ini opsi kedua, kalau bukti-bukti dari pemeriksaan pertama belum cukup," kata dia.Manajemen Garuda Indonesia menyatakan siap diperiksa bila diperlukan. Direktur Operasi Rudi A.H. tidak banyak berkomentar karena mengaku belum memperoleh informasi yang jelas. "Saya tidak mengikuti kasus ini, tetapi kalau polisi mau memeriksa, kami siap," ujarnya.Sementara itu, dalam konferensi di kantor Kontras, lembaga yang didirikan Munir, Ny. Suciwati meminta penyebab kematian suaminya diusut tuntas. "Jangan tanya perasaan saya, yang penting ketika tahu suami saya diracun, saya minta kasus ini diusut sampai tuntas," katanya terisak.Pengacara Todung Mulya Lubis di tempat yang sama menyatakan, keluarga Munir paling berhak mengetahui hasil otopsi lebih dulu. Karena itu, ia menyayangkan pemerintah yang tidak segera menyerahkan dokumen hasil otopsi kepada keluarga. Ia menilai, pemerintah Belanda maupun Indonesia tidak punya itikad baik.Kematian Munir yang memiliki pola sama dengan meninggalnya Baharuddin Lopa di luar negeri, menurut Todung, merupakan "pembunuhan politik yang bisa terjadi pada siapa saja yang vokal terhadap pemerintah". Ini, kata dia, tanda bahaya karena orang tidak boleh lagi berbeda pendapat dan mengemukakan aspirasinya.Todung meminta, penyelidikan kasus ini tidak hanya ditangani oleh kepolisian. "Komisi Nasional HAM dan kekuatan sipil harus terlibat di dalamnya," kata dia.Keluarga Munir di Batu juga meminta polisi mengusut tuntas kematian anggota keluarga mereka itu. "Kami mewakili keluarga Munir menyerahkan persoalan ini kepada teman-teman di Imparsial dan Kontras. Mereka lebih paham tentang hukum dan masalah hak asasi manusia," kata Mufid, kakak Munir, di kantor LBH Surabaya. martha/ekoari/sunudyantoro/sunariah/sapto/poernomo