TEMPO Interaktif,
Jakarta:Menjelang pengumuman putusan permohonan penetapan euthanasia oleh Hasan Kesuma atas nama istrinya, Agian Isna Nauli oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat besok, Ketua Pendiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan Iskandar Sitorus sebagai kuasa hukum Hasan mengatakan pihaknya sudah mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan. "Apabila PN Jakarta Pusat mengabulkan permohonan kami, maka kami akan melanjutkan dengan meminta pihak yang akan melakukan eksekusi. Sedangkan kalau PN Jakarta Pusat menolak gugatan kami, maka kami akan mengajukan upaya hukum berupa penetapan ke Mahkamah Agung", jelasnya ketika ditemui dalam acara diskusi di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, Kamis (4/11).Iskandar mengatakan kekecewaannya kepada Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari yang pernah menjanjikan akan menanggung biaya Ny. Agian selama berada di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo (RSCM) Jakarta beberapa waktu lalu di hadapan media massa. Tapi kenyataannya menurut Iskandar, sampai saat ini hal tersebut belum terealisasi. "Lima menit setelah Ibu menteri menyatakan hal itu, datang
bill pengobatan untuk Hasan. Ini namanya kebohongan publik yang dilakukan oleh pejabat negara. Apabila terlaksana Senin depan (9/11), kami akan melaporkan Ibu menteri ke polisi karena melakukan kebohongan publik," ungkap Iskandar.Menanggapi pernyataan Iskandar, dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, Pandu mengatakan permasalahan yang ada di departemennya adalah dana untuk memberikan pelayanan kesehatan. Mengenai janji Siti Fadillah, pihaknya tidak berkomentar. "Yang diatur dalam undang-undang kita hanya mengenai dana pendidikan, sedangkan sektor kesehatan yang juga faktor penting dalam kehidupan belum terlalu diperhatikan," ungkapnya. Kondisi Ny. Agian sendiri menurut pengamatan
Tempo hingga Rabu (3/11) masih belum pulih. Bahkan kini makin memburuk dengan adanya luka parah dibagian punggung dengan diameter 15 cm dan kedalam 7 cm. Berat badan Ny. Agian selama dua minggu ini juga melorot 7 hingga 8 kilogram. Menurut Ketua Divisi Malpraktek dari LBH Kesehatan Christ Benjamin, jika hal ini dibiarkan terus, malahan akan terjadi euthanasia pasif. Mengutip pembicaraannya dengan dokter vaskuler yang menangani Agian, Christ menyebut bahwa penderita yang lumpuh, seharusnya posisi badan digerakkan tiap setengah jam sekali. Tapi untuk kasus Ny. Again, itu tidak mungkin dilakukan. Bisa dua atau tiap tiga jam sekali digerakkan saja sudah bagus," ujarnya. Christ sendiri mendatangi Ny. Again sebagai wakil dari Forum Dokter Pembanding.Christ mengungkapkan, semakin kurus dan semakin banyaknya luka yang dialami Ny. Again, membuat semakin besar kemungkinan ketidakberdayaan. "Dan secara tidak langsung telah dilakukan euthanasia pasif," tegasnya. Ini berarti ujung-ujungnya sama saja," kata Christ. Soal kondisi penyakit primer Ny. Agian yang menyangkut masalah otak, Christ mengaku sampai saat ini belum diketahui pasti, karena belum ada laporan lagi, katanya."Memang kita tidak bisa langsung mengatakan ini kesalahan dari pihak rumah sakit. Tapi tugas kami di sini memberitahu Komisi Perawatan ataupun Departemen Kesehatan, kata Christ. Lebih lanjut Christ menyebut bahwa kasus Agian adalah prototip untuk melihat kasus-kasus yang sebenarnya sering terjadi di masyarakat. "Bahwa pemerintah sering menutup mata atas kejadian seperti ini. Bisa jadi karena Menteri Kesehatan tidak langsung menunjuk orang untuk menangani kasus semodel ini secara intensif," tegasnya. Hasan Kusuma, suami Agian, menyayangkan pihak RSCM yang tidak memberitahu dirinya tentang adanya luka pada Again ketika ukurannya masih kecil. "Kenapa saya baru diberitahu setelah ada luka sebesar itu?" ujarnya sedih. Akibat luka itu, Hasan mengaku tidak berani menggerakan atau memindah posisi berbaring istrinya. "Kan ada standar perawatan mereka (RSCM). Nanti kalau saya pindahkan sendiri, kalau ada apa-apa, saya disalahkan," tuturnya. Semenjak Agian dibesuk Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari beberapa waktu lalu, Hasan mengatakan tidak ada perubahan sikap dari RSCM, terutama tentang pembayaran-pembayaran obat. Hasan sempat mempertanyakan gratisnya pengobatan pada perawat bernama suster Eni, tapi kemudian dijawab dengan pertanyaan, "Tidak ada itu, lha wong menteri hanya datang berkunjung kok", Hasan Cuma melongo.
R.R. Ariyani dan Evy Flamboyan