Aksi merobek poster bergambar presiden SBY saat mengadakan demonstrasi untuk menolak kenaikan harga BBM di bundaran Gladag, Solo (17/6). Tempo/Andry Prasetyo
TEMPO.CO, Ternate - Kepolisian Daerah Maluku Utara membantah telah melakukan kesalahaan prosedur saat penanganan aksi unjuk rasa penolakan kenaikan harga BBM yang mengakibatkan satu orang wartawan dan 8 mahasiswa tertembak.
Menurut Ajun Komisaris Besar Polisi Hendrik Badar, Kepala Bidang Humas Polda Maluku Utara, penangan unjuk rasa penolakan BBM dilakukan sesuai dengan peraturan kepolisian yang berlaku. Pelepasan tembakan yang dilakukan polisi lantaran, masa melakukan perlawanan terhadap aparat kepolisian.
"Jadi tidak ada kesalahan prosedur, sebelumnya kami sudah melakukan himbauan hingga melakukan penembakan gas air mata. Semua itu telah sesuai prosedur,"kata Hendrik kepada Tempo Selasa, 18 Juni 2013.
Hendrik mengatakan, secara institusi, polda Maluku Utara sesungguhnya tidak menginginkan insiden tersebut terjadi. Tetapi polisi tetap harus bertugas dan bertangung jawab menjaga ketertiban. "Insiden ini telah menjadi perhatian kami. Dan kami akan mengusutnya,"ujar Hendrik.
Abdulah Dahlan Cenoras, Kordinator Divisi Hukum dan Advokasi AJI Kota Ternate mengatakan insiden penembakan yang terjadi saat aksi unjuk rasa kenaikan BBM merupakan cerminan masih buruknya pola pengamanan yang dilakukan aparat kepolisian.
Polisi masih terlihat suka menggunakan praktek-praktek kekerasan terutama kepada jurnalis. Apalagi dalam menangani aksi tersebut, diduga telah menyalahi Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pengunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, dan Protap Ka POLRI Nomor 1/X/2010 tentang Penangulangan Anarki."Seharusnya aparat kepolisian melaksanakan prinsip-prinsip legalitas, proporsionalitas, kewajiban umum, dan prevenif,"kata Abdulah.