Petugas menjaga tumpukan boks yang belum diperiksa berisikan daftar calon sementara di dalam ruang pendaftaran di Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Senin (22/4). Banyaknya daftar caleg dari setiap partai membuat petugas KPU berhati-hati dan teliti untuk memeriksa setiap calon caleg menuju DPR RI. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta--Pengamat pemilu dari Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPRR), Masykurudi Hafidz menilai banyaknya calon legislatif yang dicoret dari Daftar Caleg Sementara merupakan akibat kelalaian partai. "Ini bukti ketidakmampuan partai dalam melakukan manajemen,” kata Masykurudin saat dihubungi, Kamis, 13 Juni 2013.
Kelalaian partai ini menurut Masykurudin celakanya tak hanya merugikan caleg yang bermasalah dalam proses administrasi. Caleg yang sebenarnya lengkap berkasnya, terpaksa harus gugur lantaran ada dapil yang tak memenuhi syarat keterwakilan perempuan atau soal penomor urutan. Misalnya yang dialami 33 caleg dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, 20 caleg dari Partai Persatuan Pembangunan, 9 caleg dari Gerindra, dan 8 caleg dari Partai Amanat Nasional.
Padahal menurut Masykurudin, bila partai sejak awal taat dan menjalankan aturan KPU dengan tertib, tak akan ada pencoretan massal ini. Sedang untuk berkas caleg individu yang gagal memenuhi syarat, menurut Masykurudin merupakan bukti ketidaksiapan caleg bersangkutan untuk menjadi wakil rakyat.
Pengamat politik lainnya, Refly Harun mengatakan munculnya caleg yang tak memenuhi syarat ini harus diapresiasi sebagai hasil kerja keras KPU menseleksi lebih dari enam ribu berkas. Di sisi lain, partai gagal melakukan pemberkasan denngan teliti. “Kalau seandainya partai dari awal serius, tak akan ada caleg yang terganjal.”
Refly menyarankan para caleg yang tak lolos masuk dalam Daftar Caleg Sementara segera melapor ke Badan Pengawas Pemilu. Namun dia mengingatkan agar laporan yang dibuat tidak atas dasar pelanggaran. “Judul laporannya haruslah soal sengketa pemilu, biar nanti Bawaslu yang menentukan apakah pencoretan itu sah atau tidak.”
Para caleg kata Refly tak perlu buru-buru mengajukan tuntutan ke Pengadilan Tata Usah Negara. Alasannya untuk kasus sengketa pemilu, Undang-Undang Pemilu dan Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sudah menyatakan keputusan Bawaslu mengikat dan final. Berbeda dengan putusan Bawaslu ihwal penyelesaian sengketa verifikasi partai dan penetapan Daftar Calon Tetap yang masih bisa diperdebatkan.
Di sisi lain, Refly juga mengingatkan Bawaslu agar segera menyiapkan infrastruktur untuk menampung kemungkinan banyaknya aduan. Sebagai adjudikator, Bawaslu harus bisa bersikap sebagai pemutus.