Ilustrasi Ujian Nasional SD. ANTARA/Dhoni Setiawan
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Badriah Fayuni menganggap selama ini Ujian Nasional sebagai pencitraan. Sebab, setiap daerah berlomba-lomba meraih nilai tertinggi untuk menggapai prestise. "Padahal, Ujian Nasional menjadi beban banyak pihak," katanya di Jakarta, Senin 6 Mei 2013.
Ia menyebutkan, beban harus ditanggung oleh anak yang dipaksa untuk menguasai materi. Kemudian orangtua turut merasakan stres anak, serta guru yang terbebani dengan kelulusan muridnya. Badriah mengimbau adanya pendidikan yang menjadikan siswa sebagai subyek. "Hendaknya siswa diajak menyuarakan aspirasinya. Selama ini siswa hanya obyek," ucapnya.
Ia mengatakan, setidaknya cara itu bisa diimplementasikan terhadap kebijakan yang diberlakukan sekolah. Setidaknya komite sekolah melibatkan murid dalam memutuskan peraturan dan kebijakan. Bukan hanya menjadi kepanjangan tangan kepentingan sekolah.
Menurut Badriah, pelaksanaan pendidikan sekarang tidak menghargai proses kalau ujungnya hanya Ujian Nasional yang dipentingkan. Meski pelaksanaan pendidikan yang diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih banyak kelemahan, namun dia mendukung rencana materi budi pekerti dalam kurikulum baru. "Saya setuju selama proses."