TEMPO.CO, Jakarta - Masa kepemimpinan Soeharto tidak pernah luput dari unjuk rasa masyarakat. Sebut saja peristiwa Tanjung Priok pada 1984 silam. Untuk menangani demonstrasi itu, Soeharto menyerahkannya kepada Soedjono Hoemardhani, selaku penasihat spiritualnya.
Sekitar pukul 23.00, pada malam peristiwa Tanjung Priok, Soedjono memanggil Rama Mesran--seorang guru kebatinan Soeharto dan Soedjono. Kepada Rama Mesran, Soedjono meminta pesan dari leluhur atau dhawuh agar dapat memadamkan kerusuhan itu.
"Esoknya, Soedjono menelepon Benny Moerdani," kata Dr Budyapradipta, pakar Sastra Jawa Universitas Indonesia, dalam artikel "Soedjono dan 'Orde Dhawuh'", edisi khusus majalah Tempo, 10 Februari 2008.
Waktu Benny Moerdani datang, Soedjono memberikan tongkat dari pohon bodhi. Dan, menurut Soedjono, tongkat itu akan memberikan rasa wibawa kepada Benny hingga kerusuhan itu bisa diatasi. "Tongkat itu telah di-jopa-japu,” ujar Budyapradipta.
Pada 1985, terjadi demonstrasi Himpunan Mahasiswa Islam yang membangkitkan kegusaran Soeharto. Soedjono kembali berinisiatif memanggil Rama Mesran. Roh yang masuk ke dalam diri Rama Mesran menyuruh pencarian mangga muda di Mojokerto. Dan sore itu juga, Soedjono mengutus Budyapradipta ke Mojokerto.
”Saya naik pesawat Garuda ke Surabaya, terus naik mobil ke Mojokerto,” kata Budyapradipta. Ia mendapatkan perintah itu kala menjadi sekretaris pribadi Soedjono, pada 1983–1986.
Begitu mendapat mangga muda, Budyapradipta langsung terbang lagi ke Jakarta dan menuju kediaman Soedjono. Menjelang dini hari, mereka membawa mangga muda itu menuju istana. "Rama Mesran ikut bersama kami."
Di istana, mobil yang ditumpangi sempat dicegat pasukan pengawal presiden. Namun begitu Soedjono melongok dari kaca jendela, mobil dibiarkan masuk. Rama Mesran kemudian menitahkan agar mangga muda itu dipendam di bawah tiang bendera.
”Malam-malam saya menggali tanah istana dan menanam mangga,” kata Budyapradipta. "Berkat mangga muda itu, menurut Soedjono, esoknya demonstrasi mereda."