Petugas Brimob bersenjata laras panjang berjaga di depan Lapas IIB Cebongan, kabupaten Sleman, Yogyakarta (23/3). Segerombolan orang bersenjata laras panjang telah menyerbu Lapas Cebongan dan membunuh 4 orang tersangka pembunuhan Sertu Santoso. TEMPO/Suryo Wibowo
TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, pada Sabtu, 23 Maret 2013, meninggalkan barang bukti selongsong peluru. Kepolisian meyakini itu proyektil dari kaliber 7,62 milimeter.
Pihak militer langsung menyatakan, peluru yang biasa digunakan pada senjata laras panjang itu bukanlah milik TNI. "Setahu saya, itu sudah bukan standar TNI lagi," kata Kepala Badan Intelijen Nasional Marciano Norman di Istana Negara. Dugaan beberapa kalangan, peluru kaliber 7,62 mm biasa digunakan untuk senapan AK-47 buatan Uni Soviet.
Namun belum tentu juga pihak TNI tidak menggunakan senjata dengan kaliber 7,62 mm. Pada Rencana Pengadaan Alutsista Melalui Pinjaman dalam Negeri Tahun 2010-2014, Mabes memesan lebih dari 40 ribu butir kaliber 7,62 mm untuk senapan sniper/runduk. Tidak itu saja, TNI Angkatan Udara juga mencantumkan rencana pengadaan hampir satu juta butir kaliber 7,62 mm.
Peluru kaliber 7,62 mm pun sudah diproduksi oleh Pindad. Menurut situs Pindad, kaliber 7,62 mm disebut mempunyai keistimewaan: andal dan akurasi. Pada situs tersebut, kaliber 7,62 mm dengan kode MU11-TJ tidak saja digunakan untuk senapan AK-47. Tapi juga dapat digunakan untuk senapan Sabhara Rifle Cal. 7.62 x 45 mm/SB1. Senapan ini merupakan varian dari jenis SS1 yang banyak digunakan oleh TNI dan Polri. Cek info penyerangan profesional penjara Cebongan, Sleman, di sini.