Massa yang tergabung dalam Forum Rakyat Anti Korupsi (Fraksi) Malang raya melakukan aksi unjuk rasa longmarch dari Balaikota menuju Alun-alun Kota Malang, Jawa Timur, Senin (10/12). TEMPO/Aris Novia Hidayat
TEMPO.CO, Banyuwangi - Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Jawa Timur, menahan tersangka korupsi pembangunan gedung RSUD Genteng Nanang Sugianto, Selasa sore, 22 Januari 2013. Bekas Sekretaris Dinas Kesehatan itu ditahan setelah menjalani pemeriksaan di kantor kejaksaan sejak pukul 09.00. Kepala Kejaksaan Negeri Banyuwangi Syaiful Anwar mengatakan, tersangka ditahan untuk memudahkan pemeriksaan, agar tidak melarikan diri, serta tidak menghilangkan barang bukti. "Unsur-unsurnya sudah memenuhi," kata Syaiful, Selasa, 22 Januari 2013.
Kasus korupsi terjadi ketika Nanang menjabat sebagai mantan Direktur Rumah Sakit Genteng. Gedung rumah sakit tersebut dibangun menggunakan APBD 2010 sebesar Rp 4,01 miliar. Pembangunan gedung dua lantai itu dikerjakan oleh PT Pancoran Mas Indah Karya yang berkantor di Kabupaten Jember.
Namun, pembangunan gedung diduga kuat tidak sesuai dengan spesifikasi. Meski saat ini gedung baru berusia dua tahun, banyak ditemukan kerusakan di bagian atap dan tembok. Kerugiaan keuangan negara ditaksir mencapai Rp 350 juta. Menurut Syaiful, Nanang dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena dianggap lalai mengawasi proyek yang berujung pada kerugiaan negara.
Nanang menolak menandatangani surat penahanan. Penasehat hukum tersangka Ahmad Wahyudi mengatakan, kliennya menilai janggal penetapan tersangka itu. Pembangunan gedung RS Genteng sudah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Dalam hasil audit, BPK menemukan bahwa gedung kekurangan volume dan merekomendasikan rekanan mengembalikan nilai kekurangan itu sebesar Rp 27 juta.
PT Pancoran, kata Wahyudi, sudah membayar uang kekurangan volume itu kepada kas negara pada 29 Oktober 2012. "Jadi kami tidak menemukan pelanggaran hukum pada kasus ini."
Dua tersangka lainnya dalam kasus ini yakni Dwinta Indarwati dan Riskiyanto Dodik telah ditahan Kejaksaan pada Jumat, 18 Januari 2013. Dwinta dan Riskiyanto adalah direktur serta komisaris utama PT Pancoran Mas yang menjadi rekanan proyek itu.
Tulisan ini dimaksudkan untuk menanggapi artikel Hifdzil Alim, "Pembubaran Partai" (Kompas, 20 Maret 2017), yang mempunyai argumen mirip dengan artikel Feri Amsari, "Pembubaran Partai Lintah" (Koran Tempo, 1 Mei 2013). Berangkat dari kasus korupsi yang menyerempet fungsionaris dan elite petinggi partai, termasuk yang terakhir adalah e-KTP, kedua penulis berpendapat bahwa korupsi bisa menjadi alasan pembubaran partai. Argumen mereka, partai politik perlu dibuat jera untuk menghindari perampokan uang negara oleh partai. Sebagai pemerhati hukum dan korupsi, tentu nalar hukum, seperti revisi aturan perundang-undangan dan revitalisasi peran Mahkamah Konstitusi, menjadi landasan penting bagi dua penulis tersebut.