Tanggungjawab Tindakan Prajurit di Tangan Panglima
Reporter
Editor
Senin, 28 Juli 2003 10:01 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Pertanggungjawaban atas tindakan seorang prajurit TNI dalam sebuah operasi berada di tangan panglima tertinggi. Tidak bisa dibagi-bagi. Tanggung jawab penyelenggaraan pertahanan negara waktu itu ada pada Presiden dan Panglima TNI, kata mantan Kepala Biro Hukum Departemen Pertahanan Brigjen (Purn) PLT Sihombing, dalam sidang lanjutan perkara pelanggaran HAM berat di Timor Timur dengan terdakwa mantan Danrem 164 Wiradharma Tim-tim Brigjen Tono Suratman, di Pengadilam HAM ad hoc Tim-tim Jakarta Pusat, Rabu (5/3). Panglima TNI dan bawahannya, menurut Sihombing, dalam hal penyelenggaraan pertahanan negara hanya pelaksana-pelaksananya saja. Tanggung jawab tidak pernah didelegasikan dan tetap di tangan satu orang, tambah dia. Dia juga tidak sependapat kalau dengan adanya rantai komando tanggung jawab dikotak-kotakkan. Kalaupun dikatakan rantai, bukan berarti dipisahkan satu per satu, katanya. Sedangkan mengenai pelimpahan wewenang di tubuh TNI, menurut Sihombing, bukan wewenangnya yang dilimpahkan tapi pemberian tugas dalam bentuk perintah kepada satuan yang lebih rendah. Jadi penugasan itu diberikan bukan kepada lembaga tapi pejabatnya. Kalau Panglima TNI memberikan tugas kepada Pangdam sebagai Panglima Komando Operasi dan kemudian dia memberikan tugas itu kepada Danrem, ini bukan kepada lembaga tapi orang ke orang, katanya. Menanggapi pelimpahan tanggung jawab itu, usai persidangan Tono mengatakan bahwa tanggung jawab atas perbuatan anak buah adalah berdasarkan wilayah. Dia menegaskan tidak bertanggung jawab atas kesalahan anggota Kodim. Tanggung jawab saya sebagai Danrem yang membawahi anggota Korem, katanya mencontohkan. Tapi, Jaksa Penuntut Umum Gabriel Simangunsong membantah pernyataan Tono. Menurut dia, sebagai komandan yang juga membawahi Kodim, Tono ikut bertanggung jawab atas tindakan prajurit TNI di wilayah Kodim. Karena masih dalam rantai komando, katanya. Tono sendiri didakwa telah melakukan pelanggaran HAM berat berdasarkan peristiwa penyerangan di rumah Pastur Rafel Dos Santoz di kompleks Gereja Liquica tanggal 5 dan 6 April 1999 serta penyerangan rumah tokoh pro kemerdekaan Manuelle Carascalao tanggal 17 April 1999. Akibatnya, jatuh korban jiwa penduduk sipil yang berlindung di kompleks gereja Liquica sebanyak 18 orang. Dalam bentrok fisik pada 17 April, terjadi korban jiwa penduduk sipil sekitar 12 orang, di antaranya Mario Manuel Carascalao. (Sam Cahyadi - TNR)
Berita terkait
3.412 Personel Aparat Gabungan Amankan Peringatan Hari Buruh di Jakarta
4 menit lalu
3.412 Personel Aparat Gabungan Amankan Peringatan Hari Buruh di Jakarta
Ribuan aparat gabungan akan mengamankan aksi demonstrasi Hari Buruh Internasional di Monas dan GBK.