KPK Sebut 2 Tersangka Kasus Century, DPR Kecewa

Reporter

Editor

Rini Kustiani

Selasa, 20 November 2012 13:06 WIB

Sejumlah mahasiswa melakukan aksi mendesak penyelesaian kasus Bank Century. Tempo/Budi Purwanto

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad akhirnya menyebut dua nama tersangka baru kasus Bank Century di DPR, Selasa, 20 November 2012. Pernyataan Abraham itu persis dengan yang diberitakan Tempo.co pertama kali Senin lalu (Baca: Dua Pejabat BI Diduga Menyalahgunakan pada Skandal Century).

Munculnya dua nama tersangka kasus Bank Century itu ternyata belum memuaskan DPR. "Ini masih di bawah ekspektasi," ujar anggota Tim Pengawas Century Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang Soesatyo, dalam rapat di DPR, Jakarta, Selasa, 20 November 2012.

Politikus Partai Golkar itu menyesalkan lambatnya penanganan kasus Century hingga memakan waktu tiga tahun. Ia meminta KPK segera menyebutkan tersangka lain. Bambang menilai, dua nama tersangka yang diumumkan KPK belum merujuk kepada kerugian sistemik senilai Rp 6,7 triliun. "Masih ada jalan panjang yang kita lalui," kata dia.

Dalam rapat itu, Ketua KPK Abraham Samad menyebutkan dua nama tersangka baru kasus Century. Dua tersangka itu adalah petinggi Bank Indonesia berinisial BM, yang menjabat Deputi IV Pengelolaan Moneter Devisa; dan SCF, Deputi V Bidang Pengawasan.

Anggota Tim Pengawas yang lain, Hendrawan Supratikno, memberi apresiasi atas peningkatan status penanganan kasus dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Namun, menurut dia, dua nama tersebut belum cukup. "Ke mana nama-nama yang lain?" kata dia.

Sedangkan Akbar Faisal mempertanyakan alasan KPK tidak menetapkan mantan Gubernur Bank Indonesia, Boediono, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden, sebagai tersangka. "Saya minta penyelidikan berlanjut karena ada indikasi," ujarnya.

Menanggapi pertanyaan soal keterlibatan Boediono, Abraham menyatakan, lembaganya mengacu kepada teori konstitusi. Dalam teori itu disebutkan, ada dua warga negara yang jika terjerat kasus hukum, penyelidikannya dilakukan oleh DPR.

Oleh karena itu, Abraham mengatakan, jika DPR menduga ada keterlibatan Boediono, penyelidikannya diserahkan kepada parlemen. "Kalau ditingkatkan ke penyidikan, nantinya DPR menyerahkan ke Mahkamah Konstitusi. Kalau benar terbukti, MK menyerahkan ke DPR, barulah ada pemakzulan," kata Abraham.

Anggota Tim Pengawas lainnya, Ahmad Yani, mengatakan, alasan yang dikemukakan Abraham tidak tepat. "Saat itu Pak Boediono belum menjadi wakil presiden, jadi seharusnya penyelidikan dilakukan oleh KPK," kata dia.

SATWIKA MOVEMENTI


Berita terpopuler lainnya:
Ketua KPK: Tersangka Century Tunggu Besok di DPR
Empat Tahun Mencari Tersangka Kasus Century
DPR Tagih Janji KPK Soal Skandal Century
Ilmuwan Temukan Gen Penentu Waktu Kematian
Pejabat Israel Bersumpah Lakukan ''Holocaust''
Ketua KPK: Tersangka Century Tunggu Besok di DPR

Berita terkait

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

2 jam lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

7 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

2 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

3 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

3 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

3 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya