TEMPO.CO, Jakarta--Pakar hukum dari Universitas Trisakti, Yenti Garnasih, menilai gugatan perdata Markas Besar Polri terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi aneh. Gugatan itu terkait penggeledahan kasus suap pengadaan simulator ujian surat izin mengemudi di kantor Korps Lalu Lintas, Juli lalu.
"Apa iya masalah itu bisa digugat? Di mana letak perdatanya? Ini aneh, langkah lembaga penegak hukum kok digugat lembaga lainnya dalam penanganan kasus yang sama," kata Yenti saat dihubungi, Ahad, 28 Oktober 2012. "Sebenarnya yang merasa dirugikan itu Polri atau pihak berkepentingan?"
Gugatan terhadap institusi penegak hukum, kata Yenti, biasanya dilakukan pihak berperkara. Selain menggugat perdata, langkah hukum lainnya adalah mengajukan gugatan praperadilan. "Tapi itu oleh tersangka atau terdakwa. Nah ini masa penegak hukum juga yang menggugat?"
Menurut Yenti, wajar jika KPK hingga kini belum mengembalikan dokumen yang diklaim Polri tak terkait kasus simulator. Sebab, ada kemungkinan dokumen itu masih dibutuhkan KPK untuk mengembangkan penyidikan kasus yang merugikan negara lebih dari seratus miliar.
Apalagi, Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Puji Hartanto juga mengatakan dokumen yang diminta pihaknya terkait pengadaan di Korlantas. "Bisa jadi berkas itu dipandang KPK masih perlu diselidiki. Penyidikannya pun kita tahu belum selesai karena belum dilimpahkan ke jaksa," kata Yenti.
Yenti juga memandang lumrah KPK belum bersedia menjawab dan menjelaskan ke Mabes ihwal alasan belum dikembalikannya sebagian barang sitaan. Sebab, hal itu terkait strategi penyidikan KPK yang tabu dibeberkan. Menurut Yenti, sebagai institusi penegak hukum, Polri mestinya sudah paham masalah itu.
Karena itu, Yenti menilai aneh jika sikap diam KPK dijadikan dalih Mabes untuk menggugat lembaga antirasuah. "Harusnya Korlantas tahu. Mereka kan juga penyidik yang mesti merahasiakan strateginya," ujarnya.
Gugatan Korlantas ke KPK didaftarkan pengacara Hotma Sitompul, Juniver Girsang, dan Tommy Sihotang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis lalu. Mereka menuntut ganti rugi material sebesar Rp 425 miliar dan imaterial Rp 6 miliar, karena KPK dianggap telah melakukan pelanggaran dalam proses penggeledahan.
Puji menyebut Korlantas menggugat KPK karena hingga kini Komisi tidak memberi kepastian nasib dokumen yang disita dalam penggeledahan. Menurut Puji, sebagian dari dokumen yang disita KPK tidak terkait kasus suap simulator, melainkan pengadaan lainnya.
Korlantas, kata Puji, sebelumnya sudah mengirim surat ke KPK yang intinya meminta agar dokumen yang tidak terkait kasus simulator dikembalikan. Surat itu direspons KPK. Mereka meminta Mabes agar mengirimkan rincian dokumen yang dinilai tak terkait kasus simulator.
Oleh Mabes, permintaan KPK ditanggapi dengan mengirim daftar dokumen yang dimaksud. Namun hingga kini, surat terakhir yang mengatasnamakan Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo itu belum berbalas. Sikap tak acuh KPK inilah yang dinilai Mabes mengganggu kinerja lembaganya. Apalagi surat sudah dikirim lebih dari sebulan lalu.
ISMA SAVITRI
Baca juga:
Edisi #SaveKPK
SPDP Janggal, Pengacara Novel Temui Komnas HAM
Pengacara Duga Surat Hukuman Novel Palsu
Rekayasa Kasus Novel Kian Jelas
Edisis Khusus Tempo.co Sumpah Pemuda
Berita terkait
Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak
1 hari lalu
Novel Baswedan, mengomentari proses pemilihan panitia seleksi atau Pansel KPK.
Baca SelengkapnyaPengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK
1 hari lalu
Bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean disebut butuh waktu untuk beristirahat usai dilaporkan ke KPK
Baca SelengkapnyaIstri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK
1 hari lalu
KPK menjadwalkan pemanggilan Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy Hutahaean, untuk memberikan klarifikasi soal kejanggalan LHKPN
Baca Selengkapnya9 Mantan Komisioner KPK Kirim Surat ke Jokowi soal Kriteria Pansel KPK
1 hari lalu
Pemilihan Pansel KPK patut menjadi perhatian karena mereka bertugas mencari figur-figur komisioner dan Dewan Pengawas KPK mendatang.
Baca SelengkapnyaPansel KPK Tuai Perhatian dari Sejumlah Kalangan, Istana dan DPR Beri Respons
1 hari lalu
Pembentukan Pansel Capim KPK menuai perhatian dari sejumlah kalangan. Pihak Istana dan DPR beri respons ini.
Baca SelengkapnyaPenjelasan Istri Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta soal Pinjaman Rp 7 Miliar yang jadi Polemik
1 hari lalu
Margaret Christina Yudhi Handayani Rampalodji, istri bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean menjelaskan asal-usul Rp 7 miliar.
Baca SelengkapnyaPenyitaan Rumah dalam Kasus Korupsi, Terbaru Rumah Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka
1 hari lalu
Penyitaan rumah dalam dugaan kasus korupsi Syahrul Yasin Limpo dan Tamron Raja Timah Bangka. Apa landasan penyitaan aset tersangka korupsi?
Baca Selengkapnya2 Selebritas Windy Idol dan Nayunda Nabila Diperiksa KPK, Tersangkut Kasus Korupsi Siapa?
1 hari lalu
Windy Idol dan Nayunda Nabila Nizrinah terseret dalam dugaan kasus korupsi yang berbeda hingga diperiksa KPK. Apa sangkut pautnya?
Baca SelengkapnyaEks Kepala Bea Cukai Purwakarta Diseret Urusan PT Cipta Mitra Agro, Pengacara: Itu Bisnis Istrinya
1 hari lalu
Pengacara eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy merasa heran kliennya diseret dalam kasus yang melibatkan perusahaan sang istri.
Baca SelengkapnyaKPK Periksa Kepala Bea Cukai Purwakarta Senin Mendatang soal LHKPN yang Janggal
2 hari lalu
KPK menjadwalkan pemanggilan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean pada Senin pekan depan.
Baca Selengkapnya