(dari kiri ke kanan) Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Isti Wibowo, Ketua Pengadilan Tinggi/Tindak Pidana Korupsi tingkat banding Surabaya Soemarno, Ketua Pengadilan Tinggi/Tindak Pidana Korupsi tingkat Banding Samarinda Suryadarma Belo dan Ketua PTUN Makassar Ismail Baturante membaca sumpah jabatan saat pelantikan di Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (14/3). ANTARA/Prasetyo Utomo
TEMPO.CO , Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama "Kaukus Masyarakat Peduli Anak Indonesia dari Kejahatan Narkoba" akan datang ke Komisi Yudisial hari ini, Kamis 11 Oktober 2012.
Kedatangan mereka ke Komisi Yudisial untuk mendorong investigasi terhadap perilaku hakim Mahkamah Agung yang membatalkan hukuman mati bagi produsen narkoba. “Putusan itu bisa menjadi langkah awal matinya generasi Indonesia,” kata Ketua Divisi Sosialisasi KPAI Asrorun Niam Sholeh ketika dihubungi Rabu malam, 10 Oktober 2012.
Sebelumnya, majelis hakim MA yang diketuai Imron Anwari dengan anggota Achmad Yamanie dan Nyak Pha mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) yang dimohonkan terdakwa kasus narkoba, Henky Gunawan. Putusan PK tersebut dengan sendirinya menganulir putusan kasasi MA yang sebelumnya yang menghukum mati Henky.
Alasan MA mengabulkan permohonan Henky, karena menganggap hukuman mati bertentangan dengan konstitusi. Hukuman mati berlawanan dengan Pasal 28 Ayat 1 UUD 1945 dan melanggar Pasal 4 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Niam menuturkan, kejahatan narkoba merupakan extraordinary crime, kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Alasannya, dampak narkoba sangat besar bagi anak-anak. Kejahatan narkoba membunuh satu generasi, bukan hanya individu-individu. Untuk itu, ucap Niam, harus ada komitmen kuat untuk memberikan hukuman maksimal bagi penjahatnya, dalam rangka menjaga hak hidup masyarakat, khususnya anak-anak yg sangat rentan menjadi korban.
Secara yuridis, ucap Niam, hukuman mati dalam sistem hukum Indonesia adalah konstitusional, telah berlaku, dan masih eksis. “Alasan pembatalan hukuman mati karena bertentangan dengan HAM justru melanggar konsitusi dan menabrak hukum,” tutur Niam. KPAI dan Kaukus mendrong MA untuk mengkaji lebih lanjut soal putusan itu. Mereka juga mendorong KY untuk melakukan investigasi kemgkinan ada perilaku hakim yang melanggar etika dan hukum.