Kesaksian Berantai Penjerat Miranda  

Kamis, 13 September 2012 10:30 WIB

Miranda Swaray Goeltom. TEMPO/Seto Wardhana

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi menggunakan kesaksian berantai sebagai argumen untuk menjerat terdakwa kasus suap cek pelawat Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Swaray Goeltom. Tim penuntut yang diketuai Supardi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Rabu, 12 September 2012, menyebutkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan saling berkaitan dan bisa digunakan untuk mendukung dakwaan jaksa bahwa Miranda menyuap anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Berikut berbagai kesaksian yang digunakan jaksa untuk membuat tuntutan bagi Miranda:

1. Keterangan saksi Nunun Nurbaetie yang menyebutkan bahwa Miranda meminta dipertemukan dengan anggota Komisi IX DPR. Miranda pun bertemu dengan Paskah Suzetta, Hamka Yandhu dan Udju Djuhaeri di kediaman Nunun. "Hal ini berdasarkan keterangan saksi Nunun dan diperkuat oleh Lini Suparini," ujar jaksa Irene Putri. Dalam pertemuan itu, Nunun mengatakan ada yang menyebut bahwa pemilihan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI bukanlah "proyek thank you" alias membutuhkan imbalan.

2. Kesaksian Arie Malangjudo yang menyebutkan bahwa Nunun memerintahkan memberikan empat kantong berisi cek pelawat bernilai total Rp 20,85 miliar ke anggota Komisi IX. Keterangan tersebut didukung oleh kesaksian kurir di perusahaan Nunun, Ngatiran, yang mengaku mengantarkan empat kantong yang sudah diberi kode warna kepada Arie.

Kantong berwarna merah berisi cek senilai Rp 9,8 miliar diberikan Arie ke Dhudie Makmun Murod dari Fraksi PDIP. Sedangkan kantong berwarna kuning berisi cek-cek bernilai Rp 7,8 miliar diberikan ke Hamka Yandhu dari Fraksi Golkar. Kantong berwarna hijau berisi cek bernilai total Rp 1,25 miliar diperuntukkan bagi Fraksi PPP dan diberikan kepada Endin J Soefihara. Kantong berwarna putih berisi cek pelawat bernilai total Rp2 miliar kemudian diberikan kepada Udju Djuhaeri dari Fraksi TNI-Polri. Keempat anggota DPR itu kemudian membagikan cek tersebut ke anggota Komisi IX yang lain.

3. Kesaksian Izederik Emir Moeis yang menyatakan dirinya menolak cek tersebut karena diberikan dengan sebutan "upah capek". Jaksa mengatakan istilah tersebut membuat Emir Moeis menyadari bahwa pemberian tersebut ada sangkut pautnya dengan Miranda.

4. Kesaksian anggota Fraksi TNI-Polri, Suyitno, yang menyebutkan bahwa dia dan tiga anggota Komisi IX dari Fraksi TNI-Polri lainnya bertemu Miranda di kantornya. Hal ini sesuai keterangan Suyitno di persidangan.

Pertemuan yang sama juga dilakukan Miranda dengan Fraksi PDIP. Pertemuan dilakukan di salah satu ruangan di Hotel Dharmawangsa dengan bukti nota sewa Club Bimasena dari pihak hotel. Saksi Agus Tjondro Prayitno mengatakan bahwa dalam pertemuan ini Miranda menjanjikan uang antara Rp 300 juta sampai Rp 500 juta jika terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior BI.

Jaksa menilai kesaksian-kesaksian tersebut bisa menjadi dasar bagi majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman bagi Miranda. Tim penuntut meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Miranda terbukti bersalah menyuap pegawai negeri atau penyelenggara negara.

"Kami meminta agar terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara empat tahun dikurangi masa tahanan dan denda Rp 150 juta," tutur ketua tim penuntut, Supardi, dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu. Jaksa menggunakan dakwaan pertama, pasal 5 ayat 1 (b) Undang-undang No.31 Tahun1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, untuk menjerat Miranda.

Sebelumnya Miranda dijerat dengan dakwaan alternatif berlapis. Ia disebut bersama-sama dengan koleganya, Nunun Nurbaetie, memberikan cek pelawat ke sejumlah anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004. Sebagian cek diberikan Nunun melalui kawannya, bos PT Wahana Esa Sejati, Arie Malangjudo.

Jaksa menilai, tindakan Miranda, "Merusak sendi-sendi pemerintahan, dalam hal ini DPR," seperti disebutkan Supardi. Selain itu sikap Miranda yang tak terus terang mengakui perbuatannya juga menjadi hal yang memberatkan Miranda dalam persidangan.

Adapun, jaksa mengabaikan keterangan saksi ahli politik dari Universitas Indonesia yang menyatakan pertemuan Miranda dengan politikus Komisi IX tak menyalahi aturan. "Pernyataan itu dibuat berdasarkan pengalaman saksi sebagai anggota DPR. Ahli tidak memberikan pendapat sesuai keahliannya secara objektif," kata jaksa.

ANGGRITA DESYANI

Berita
Terkait
Miranda Goeltom Minta Dibebaskan

Dibela Tjahjo, Miranda Optimistis Bebas

Kesaksian Tjahjo Kumolo Untungkan Miranda

Tjahjo Kumolo Bersaksi untuk Miranda Hari Ini

KPK Minta Hakim Tolak Eksepsi James Gunaryo




Berita terkait

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

1 jam lalu

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

Dewas KPK menunda sidang etik dengan terlapor Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

3 jam lalu

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

Penyidik KPK menggeledah kantor Sekretariat Jenderal DPR atas kasus dugaan korupsi oleh Sekjen DPR, Indra Iskandar. Ini profil dan kasusnya.

Baca Selengkapnya

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

9 jam lalu

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

Gugatan praperadilan Bupati Sidoarjo itu akan dilaksanakan di ruang sidang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pukul 09.00.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

14 jam lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

23 jam lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

KPK Belum Putuskan Berapa Lama Penghentian Aktivitas di Dua Rutan Miliknya

23 jam lalu

KPK Belum Putuskan Berapa Lama Penghentian Aktivitas di Dua Rutan Miliknya

Dua rutan KPK, Rutan Pomdam Jaya Guntur dan Rutan Puspomal, dihentikan aktivitasnya buntut 66 pegawai dipecat karena pungli

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

1 hari lalu

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan penyidikan dan penyelidikan kasus korupsi tetap berjalan di tengah konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho

Baca Selengkapnya

KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri dalam Penanganan Perkara Eddy Hiariej

1 hari lalu

KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri dalam Penanganan Perkara Eddy Hiariej

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan tidak ada intervensi dari Mabes Polri dalam kasus eks Wamenkumham Eddy Hiariej

Baca Selengkapnya

Periksa 15 ASN Pemkab Sidoarjo, KPK Dalami Keterlibatan Gus Muhdlor di Korupsi BPPD

1 hari lalu

Periksa 15 ASN Pemkab Sidoarjo, KPK Dalami Keterlibatan Gus Muhdlor di Korupsi BPPD

KPK memeriksa 15 ASN untuk mendalami keterlibatan Bupati Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor dalam dugaan korupsi di BPPD Kabupaten Sidoarjo

Baca Selengkapnya

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

1 hari lalu

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah ada tekanan dari Mabes Polri sehingga belum menerbitkan sprindik baru untuk Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya