Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj (kiri) didampingi pengurus memberikan keterangan pers seusai bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor Kepresidenan, Jakarta, (28/8). Said Agil mengatakan bahwa tidak ada konflik antara NU dan Syiah di Sampang. ANTARA/Prasetyo Utomo
TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai konflik yang terjadi di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, sebagai konflik keluarga, bukan konflik antara NU dengan Syiah.
"Kakak-beradik beradu pengaruh," kata Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj, usai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 28 Agustus 2012.
Menurut Said, kekerasan yang menimpa warga Syiah di Sampang murni kasus kriminal. Ia tak sependapat jika penyerangan yang dilakukan terhadap warga Syiah mengatasnamakan warga NU. "NU tidak pernah mentolerir kekerasan dengan alasan apa pun. (Kekerasan) itu jelas keluar dari prinsip-prinsip NU," ujar Said.
Kekerasan terhadap komunitas Syiah kembali terjadi di Kabupaten Sampang, Madura. Sekitar 200 warga anti-Syiah menyerbu permukiman milik komunitas Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur, Ahad pagi, 26 Agustus 2012. Mereka melempari rumah dengan batu.
Aksi tersebut dibalas pemuda Syiah sehingga bentrokan pun tak terhindarkan. Setidaknya dua warga Syiah tewas akibat sabetan celurit. Sekitar 10 rumah juga terbakar. "Kerugian lain belum tahu karena kami masih bersembunyi," kata sumber berinisial HI yang enggan menyebutkan nama lengkapnya kepada Tempo.
Pembakaran rumah milik warga Syiah bukan pertama kali terjadi di Sampang. Sebelumnya, akhir Desember tahun lalu, massa anti-Syiah juga membakar rumah Tajul Muluk, pemimpin Syiah Sampang. Saat ini, Tajul tengah menjalani vonis dua tahun penjara dalam kasus penodaan agama.