TEMPO Interaktif, Jakarta:Saksi ahli dalam persidangan dugaan pencemaran nama baik Tomy Winata menilai tulisan Majalah Berita Mingguan (MBM) Tempo berjudul Ada Tomy Di "Tenabang"? edisi 3-9 Maret 2003 tidak memprovokasi publik. "Sama sekali tidak, justru menenangkan orang yang terprovokasi," kata Masmimar Mangiang, ahli bahasa jurnalistik, Senin (10/5) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tulisan itu, menurut Masmimar justru menjelaskan kepada pembaca mengenai desas-desus mengenai keterlibatan Tomy Winata dalam renovasi Pasar Tanah Abang pasca kebakaran. Bahkan menurutnya, tulisan itu justru menguntungkan Tomy Winata karena sebelumnya diisukan terlibat dalam rencana renovasi Pasar Tanah Abang. "Cerita itu mengiring orang tidak percaya dengan desas-desus itu," katanya.Masmimar menjelaskan tulisan itu telah memuat bantahan dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam renovasi Pasar Tanah Abang. Majalah Tempo menurutnya telah mewawancarai berbagai pihak seperti walikota Jakarta Pusat, direktur Pasar Jaya dan Tomy Winata. "Setiap alinea bantahan itu terutama dari pihak ketiga menguntungkan Tomy," katanya. Mengenai bantahan Tomy Winata yang letaknya paragraf akhir tulisan itu, menurut Masmimar tidak menjadi masalah. Sebab menurutnya itu merupakan teknik penulisan secara kronologis. "Kalau di depan justru membingungkan kenapa tiba-tiba orang ini ngomong seperti ini," katanya.Sementara saksi ahli kedua yang dihadirkan dalam persidangan, Abdulah Alamudi menyatakan tulisan itu tidak menyimpulkan Tomy terlibat dalam peristiwa kebakaran pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut. Menurutnya, orang yang menyimpulkan seperti itu justru orang yang tidak membaca tulisan itu atau tidak membaca secara keseluruhan.Mengenai penggunaan kata "konon" dan "kabarnya" dalam tulisan itu, menurut Alamudi untuk melindungi narasumbernya. "Ini tidak bertentangan dengan kode etik jurnalistik," kata ahli kode etik jurnalistik ini.Lebih jauh, staf pengajar Lembaga Pers Dokter Soetomo (LPDS) ini menyatakan Tomy Winata tidak berhak menuntut MBM Tempo. Sebab, menurutnya pihak Tempo telah memberikan hak jawab kepada Tomy Winata pada edisi berikutnya dan porsinya lebih besar. Kedua saksi yang dihadirkan secara terpisah ini mengakui tulisan itu tidak mencemarkan nama baik bos Artha Graha tersebut. Berita itu juga dinilai bukan berita bohong dan sudah memenuhi kaidah jurnalistik. "Saya tidak melihat satu kata pun yang mencemarkan nama baik Tomy Winata," kata Abdulah Alamudi dalam sidang yang dipimpin hakim Suripto itu.Sidang dengan terdakwa Bambang Harymurti, Ahmad Taufik dan Tengku Iskandar Ali ini selanjutnya akan dilanjutkan pekan depan. Rencananya pihak terdakwa akan menghadirkan saksi ahli telematika dan ahli psikologi massa. Edy Can Tempo News Room
Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan
23 Februari 2024
Ekonom Sebut Penerapan Perpres Publisher Rights Harus dengan Prinsip Keadilan
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan Perpres Publisher Rights mesti diterapkan dengan prinsip keadilan.