TEMPO.CO, Yogyakarta - Rektor Universitas Gadjah Mada Pratikno menyatakan bahwa kampus yang ia pimpin sedang berusaha membuat sistem penangkal praktek joki masuk perguruan tinggi negeri. Sistem ini kelak berbasis teknologi canggih. Ia menyatakan hal ini menyusul ditangkapnya 52 joki dalam ujian masuk Fakultas Kedokteran UGM pada Jumat pekan lalu. "Kami sudah menghubungi sejumlah ahli UGM untuk mendesain ini," kata dia di Yogyakarta.
Ia berharap desain sistem itu bisa dimanfaatkan di kampus lain untuk tujuan serupa. Desain ini, kata dia, kelak dipakai secara nasional. Itulah sebabnya dia berharap polisi mengusut tuntas kasus ini dengan membongkar seluruh jaringan mafia perjokian. Ia juga berharap polisi bisa merekonstruksi pola kerja joki dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Pengusutan ini, menurut dia, bisa menjadi bahan evaluasi sistem ujian masuk di UGM. "Kami sangat berkepentingan dengan keberhasilan polisi mengusut kasus ini," kata dia.
Juru bicara UGM, Wijayanti, menyatakan UGM melakukan evaluasi terhadap sejumlah pelaksanaan ujian masuk. Hal ini dilakukan setelah Kepolisian Resor Sleman memastikan ada seorang tersangka joki, dari 52 peserta ujian masuk program internasional S-1 Fakultas Kedokteran UGM, yang tertangkap basah membawa alat komunikasi saat ujian. Ia mengatakan evaluasi seperti ini digunakan untuk mendalami hasil penyidikan kepolisian tentang cara kerja joki. "Kami juga mau desain ulang sistem ujian masuk lebih ketat untuk menghindari masuknya joki," katanya.
Menurut dia, hingga kemarin, Kepolisian Resor Sleman baru menginformasikan penetapan seorang tersangka dalam kasus ini. Polisi juga mengungkap pola kerja joki, bernama Irwin Suharry, dalam merekrut mahasiswa pengguna jasanya dan merencanakan metode perjokian. Informasi lain tentang Irwin, kata dia, belum masuk ke UGM.
Penyidik Kepolisian Resor Sleman menyatakan Irwin adalah pria berusia 28 tahun. Ia alumnus sebuah perguruan tinggi di luar Yogyakarta, tapi masih di Pulau Jawa. "Tersangka mengaku pernah melakukan praktek perjokian di UGM sebanyak dua kali," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sleman Ajun Komisaris Widy Saputra, kemarin.
Irwin, kata dia, menyatakan melakukan perjokian pertama kali pada ujian seleksi gelombang pertama. Namun calon mahasiswa yang dia jokikan gagal lolos seleksi. Menurut Widy, Irwin mengaku mendapat bayaran senilai Rp 5 juta dari peserta yang meminta jasanya. "UGM telah memantau dia. Tapi waktu itu belum terjaring," kata Widy. Pada Sabtu lalu, Irwin ditetapkan sebagai satu-satunya tersangka dengan barang bukti berupa perangkat dengar dan telepon seluler yang dimodifikasi menjadi semacam jam tangan.