Burhanuddin: Ancaman Depak PKS Baru dari Elite Demokrat
Reporter
Editor
Jumat, 23 Maret 2012 23:39 WIB
TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta- Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi menyatakan ancaman Demokrat untuk mendepak Partai Keadilan Sejahtera dari anggota koalisi hanya datang dari kalangan elite Demokrat saja. “Ini tarik menarik kepentingan elite,” kata Burhanuddin saat dihubungi, Jumat, 23 Maret 2012.
Menurut Burhanuddin, perbedaan pandangan PKS terhadap kebijakan mitra koalisinya bukan terjadi saat ini saja. “Sudah beberapa kali kan seperti itu,” katanya. Dia juga tidak membantah jika PKS terlihat bermain dua kaki. “Ya dalam politik kan wajar,” katanya.
Ancaman untuk mendepak PKS dari koalisi muncul ketika partai itu mengirimkan surat kepada Presiden SBY menentang rencana kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). PKS merupakan satu-satunya partai anggota koalisi yang menolak kebijakan tersebut.
Burhanuddin menilai surat yang dikirimkan PKS kepada SBY tersebut tidak secara tegas menyatakan menolak. “Tapi ketika ditafsirkan ke publik seperti menolak. PKS hanya memberikan opsi. Biasa, partai ingin mencari simpati,” katanya.
Wakil Sekretaris Fraksi PKS Abdul Hakim, tidak mau menanggapi terkait ancaman dari Demokrat yang ingin mendepak partainya dari anggota koalisi. Menurutnya, tidak ada kaitan antara surat PKS kepada Presiden SBY mengenai kenaikan BBM dengan persoalan koalisi.
“Kami hanya menjalankan fungsi-fungsi sebagai parlemen untuk mencari solusi dari pemerintah. Harus dibedakan. Masalahnya pemerintah ingin menaikkan BBM dan harus dibahas di Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara,” katanya.
Abdul membantah terkait surat yang dilayangkan PKS kepada SBY merupakan bentuk penolakan terhadap kebijakan kenaikan BBM. “Tidak menolak. Kami hanya memberikan beberapa alternatif yang tegas,” katanya.
Beberapa alternatif itu, Abdul menjelaskan, adalah PKS menginginkan kenaikan BBM tidak berlaku untuk kendaraan umum, atau jika tetap haru naik, batas maksimal hanya Rp 500. “Jadi mana yang dianggap menolak,” katanya.
Menurut Abdul, persoalan kenaikan BBM juga harus dilihat dari Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang tidak menyebutkan akan adanya kenaikan BBM di tahun 2012. “Kami terus memberi masukan yang tetap bisa diperdebatkan. Harus melihat itu,” katanya.