TEMPO.CO, Jakarta - Pencari keadilan Indra Azwan sudah sampai Pamanukan, Jawa Barat. Ia berjalan kaki dari Malang pada 18 Februari 2012 hendak ke Jakarta. Kaki lelaki itu sudah lecet-lecet setelah berjalan kaki selama 24 hari.
Lelaki 53 tahun ini semula berbekal uang Rp 70 ribu. “Karena istri saya kasihan, dia menambahi Rp 600 ribu,” kata dia saat dihubungi Tempo, Selasa, 13 Maret 2012.
Ia bertekad menagih janji presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengusut tuntas kasus penabrak putranya, Rifki Andika, oleh seorang polisi, Joko Sumantri, 19 tahun silam. "Dia ingin mengembalikan uang Rp 25 juta pemberian Pak Presiden," kata Beti, istri Indra.
Uang tersebut diterima Indra saat bertemu dengan Presiden pada 2010. Indra menerima uang tersebut setelah Presiden saat itu berjanji akan membantu membongkar kembali kasus kecelakaan yang menewaskan anaknya pada 1993. Rifki ditabrak saat akan menyeberang jalan di Malang.
Indra, 53 tahun, menuntut kasus kecelakaan itu kembali diungkap. Sebab, Joko terbebas dari jerat hukum berdasarkan putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya pada 2008. Sebab, kasus dianggap kedaluwarsa, yakni melewati waktu 12 tahun. Kasus itu memang baru disidangkan 15 tahun kemudian.
Ini upaya ketiga Indra melakukan aksi jalan kaki ke Jakarta. Aksi pertama pada 9 Juli 2010 dan tiba di Istana Negara 22 hari kemudian. Aksi kedua pada 27 September 2011 melalui jalur selatan, tapi tak sampai ke Istana karena ia sakit. Disusul aksi ketiga kalinya pada 18 Februari 2012. "Keadilan itu cuma untuk orang kaya, bukan rakyat miskin," kata Indra saat ke Jakarta pada 2010.
Tentang hzn ini sama dengan gagasan yang dikemukakan dalam The Anatomy of Melancholy, buku Richard Burton yang penuh dengan teka-teki filosofi tetapi menghibur dari awal abad ke-17.