TEMPO Interaktif, Jakarta: UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dianggap tidak melindungi kaum buruh. Sebab, UU ini melegalkan hubungan kerja dengan sistem kerja sub kontrak. Demikian dikatakan Gregorius Budi Wardoyo, Ketua Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia dalam konferensi persnya, Jakarta, Selasa (13/1). UU ketenagakerjaan tersebut telah menghilangkan jaminan atas pekerjaan dengan melepaskan tanggung jawab negara untuk melindungi buruh dalam mempertahankan hak atas pekerjaan. Larangan untuk PHK yang sebelumnya diatur secara tegas dalam UU Nomor 12 tahun 1964 tidak ada lagi. "Hal ini jelas melemahkan posisi buruh dalam sebuah hubungan kerja," kata Wardoyo. UU ini juga mewajibkan pembentukan forum bipartit untuk perusahaan yang mempekerjakan 50 orang lebih pekerja. Forum ini terdiri dari wakil pengusaha dan wakil buruh untuk menyelesaikan persoalan yang muncul dalam hubungan perburuhan di tingkat perusahaan pada tahap paling awal. Wardoyo menilai, hal ini akan mengambil peran yang seharusnya dilakukan para serikat buruh sehingga akan mengebiri serikat buruh yang oleh UU Nomor 21 tahun 2000 pembentukannya tidak diwajibkan. Dalam UU itu, kata Wardoyo, buruh juga dibatasi untuk mogok kerja. Bahkan mogok kerja hanya dapat dilakukan bila ada masalah dengan pelaksanaan hubungan kerja saja dan itu dilakukan setelah perundingan gagal. Sehingga hal ini akan menghilangkan hak buruh untuk ikut mengawasi jalannya politik negara termasuk kebijakan soal perburuhan. Sedangkan UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) juga dianggap mengabaikan tanggungjawab negara dalam kewajibannya melindungi dan menjamin hak asasi buruh dan serikat buruh. UU PPHI ini juga membuka peluang intervensi militer dan kepolisian dalam hubungan perburuhan, selain mengadu domba serikat buruh. Maria Ulfah - Tempo News Room
Berita terkait
PAN Tunggu Golkar soal Kepastian Sandingkan Ridwan Kamil-Zita Anjani
6 menit lalu
PAN Tunggu Golkar soal Kepastian Sandingkan Ridwan Kamil-Zita Anjani
PAN juga telah menyiapkan sejumlah alternatif nama apabila nantinya Golkar menginginkan nama lain. Ada Eko Patrio dan Lula Kamal.