Media Massa Kurang Angkat Isu untuk Perempuan  

Reporter

Editor

Selasa, 20 Desember 2011 16:00 WIB

Eva Kusuma Sundari. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis perempuan yang juga anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Luviana, mengemukakan media massa masih jarang mengangkat isu untuk perempuan. Selama ini media massa lebih banyak mengangkat isu tentang perempuan.

"Harus dibedakan antara isu tentang perempuan dan isu untuk perempuan. Isu tentang perempuan kebanyakan mengeksploitasi dan melecehkan. Kalau isu untuk perempuan seharusnya tampilkan gagasan, ide, atau mimpi yang dimiliki perempuan untuk maju," ujar Luvi dalam diskusi berjudul "Potret Perempuan dalam Pembangunan di Dunia dan Representasi di Media" yang diadakan di Anomali Cafe, Jakarta, Selasa 20 Desember 2011. Forum tersebut diadakan oleh World Bank, Tempo Institute, dan AJI Indonesia.

Luvi juga mengemukakan fakta yang diperoleh melalui data kualitatif bahwa secara umum isu marginal terkait perempuan seperti lesbian, perempuan miskin, atau korban peristiwa 1965 jarang ditampilkan media massa. "Tokoh-tokoh besar, artis, dan korban kekerasan lebih banyak dieksploitasi ketimbang ahli-ahli bidang tertentu, apalagi yang wajahnya pas-pasan," ujar dia.

Menurut Luvi, peran media massa yang dituntut untuk obyektif harus dibedakan dengan teori feminisme. "Teori feminisme itu sifatnya subyektif karena perempuan harus selalu mengejar ketertinggalan. Representasi di media belumlah cukup," kata dia.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Eva Kusuma Sundari, mengharapkan kerja sama dari media massa untuk meningkatkan peranannya dalam perkembangan kehidupan perempuan di Indonesia. "Jangan sampai media massa gagal mentransformasi nilai gender melalui media. Jangan juga hanya menulis untuk sensasi," kata Eva.

Ia menambahkan media massa seharusnya dijadikan alat sosialisasi agar semakin banyak perempuan yang terjun di masyarakat. "Di DPR banyak perempuan, tapi pengaruhnya dalam legislasi masih sangat minim. Faktanya cuma 20 persen, fisiknya saja hadir di DPR. Tolonglah rekan media bantu agar semakin banyak perempuan yang mau berpartisipasi," kata Eva.

Berdasarkan riset kuantitatif, AJI mendapatkan temuan mengenai persentase tingkat pemberitaan media massa terhadap perempuan. Hasilnya menunjukkan bahwa yang paling tinggi adalah kategori kekerasan sebanyak 22,05 persen, kemudian berita tentang peningkatan taraf hidup perempuan, yaitu 17,44 persen, dan kategori berita perdagangan perempuan, yakni 1,03 persen.

SATWIKA MOVEMENTI

Berita terkait

Tulisan Soal Makar, Fadli Zon Akan Laporkan Allan Nairn ke Polisi

25 April 2017

Tulisan Soal Makar, Fadli Zon Akan Laporkan Allan Nairn ke Polisi

Dalam tulisan Allan Nairn, Fadli Zon disebut terlibat dalam upaya makar untuk menggulingkan Presiden Joko Widodo.

Baca Selengkapnya

Disebut dalam Laporan Allan Nairn, Hary Tanoe Lapor ke Polisi  

25 April 2017

Disebut dalam Laporan Allan Nairn, Hary Tanoe Lapor ke Polisi  

Pelaporan Hari Tanoe bermula dari tulisan Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar yang ditulis oleh jurnalis asal Amerika Serikat, Allan Nairn.

Baca Selengkapnya

Diadukan Mabes TNI ke Dewan Pers, Tirto.id: Kami Kooperatif  

24 April 2017

Diadukan Mabes TNI ke Dewan Pers, Tirto.id: Kami Kooperatif  

Sapto berujar, pihaknya akan menunggu mekanisme yang diterapkan Dewan Pers saat menerima pengaduan.

Baca Selengkapnya

Jokowi Jarang Dikritik, SBY: Pers Tak Seganas Dulu  

11 Juni 2016

Jokowi Jarang Dikritik, SBY: Pers Tak Seganas Dulu  

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono merasa tercengang melihat perubahan pers saat ini.

Baca Selengkapnya

Begini Modus Wartawan Abal-abal Memeras

14 April 2016

Begini Modus Wartawan Abal-abal Memeras

"Yang paling banyak muncul adalah di daerah yang tingkat korupsinya tinggi. Fenomena media abal-abal ini tidak kami temukan di Malaysia atau Singapura."

Baca Selengkapnya

Dulu Pemerintah Tekan Pers, Jokowi: Sekarang Sebaliknya  

9 Februari 2016

Dulu Pemerintah Tekan Pers, Jokowi: Sekarang Sebaliknya  

Presiden Joko Widodo meminta pers patuh terhadap kode etik jurnalistik, terutama media online.

Baca Selengkapnya

Menunggu Presiden Berantas Amplop Wartawan

9 Februari 2016

Menunggu Presiden Berantas Amplop Wartawan

Presiden Joko Widodo memastikan akan menghadiri acara puncak Hari Pers Nasional 2016 di Mataram, Nusa Tenggara Barat, 9 Februari 2016. Dalam acara itu, Jokowi akan diberi panggung untuk berinteraksi dengan kurang-lebih 600 wartawan nasional, petinggi negara, dan tokoh masyarakat. Supaya pertemuan itu bermakna, bantuan atau kebijakan strategis apa yang bisa Presiden keluarkan agar kehidupan pers Indonesia semakin sehat?

Baca Selengkapnya

Pers di Indonesia Dinilai Kena Sindroma Berlusconian  

21 Januari 2016

Pers di Indonesia Dinilai Kena Sindroma Berlusconian  

Kepentingan pemilik media di industri pers dinilai mempengaruhi pemberitaan, mirip seperti Berlusconi di Italia.

Baca Selengkapnya

Dewan Pers: Banyak Media Massa Terkontaminasi Politik

20 Januari 2016

Dewan Pers: Banyak Media Massa Terkontaminasi Politik

Ada fenomena sejumlah pemilik media membentuk partai politik.

Baca Selengkapnya

Giliran Rizal Ramli 'Kepret' Pers: Banyak yang Sibuk Bisnis Pencitraan  

2 November 2015

Giliran Rizal Ramli 'Kepret' Pers: Banyak yang Sibuk Bisnis Pencitraan  

Menurut Rizal Ramli, sudah waktunya pers menjadi bagian dari transformasi bangsa, jangan sibuk dengan bisnis pencitraan.

Baca Selengkapnya