TEMPO Interaktif, Makassar - Muhammad Said Assegaf, terdakwa kasus korupsi pembangunan gedung lokal latihan kerja Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Bone, divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 50 juta serta subsider kurungan 2 bulan. Ketua majelis hakim, Janperson Sinaga, ketika membaca vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar kemarin menganggap terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi.
Hakim juga menganggap terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. "Sehingga perbuatan terdakwa telah merugikan negara dan dinyatakan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," kata Janperson di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar.
Jaksa penuntut umum, Andi Rivai, menyatakan tidak mengajukan banding atas putusan itu, meskipun vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 1 tahun 6 bulan.
Namun, pada persidangan itu, sempat terjadi dissenting opinion atau pendapat hukum berbeda antarmajelis hakim. Pendapat berbeda ini datang dari Andi Bahtiar, anggota majelis hakim Tindak Pidana Korupsi. Dia mengatakan semestinya terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan. Dan seyogianya perkara ini masuk pada ranah pidana umum. "Karena terdakwa hanya dijerat pada unsur pemalsuan, bukan perkara korupsi murni," kata Andi.
Adapun Muhammad Said Assegaf, yang tak didampingi pengacara, mengaku menerima vonis tersebut. Sambil menggendong putri semata wayangnya, dia terlihat menangis. Begitu juga dengan istrinya, yang ikut larut dalam kesedihan. Setelah persidangan, sang istri sambil menangis mengatakan suami dizalimi. "Kami ini tidak menerima uang sepeser pun," ujarnya.
Pada persidangan sebelumnya, terdakwa tidak pernah mengakui segala perbuatan yang didakwakan, seperti adanya pemindahan surat kuasa kepemilikan dari PT Aswindo Putra Mandiri, yang dianggap sebagai rekanan proyek pembangunan gedung itu.
Bahkan, dalam perkara ini, berdasarkan fakta persidangan sebelumnya, pembangunan proyek gedung lokal latihan kerja di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bone, yang menelan anggaran senilai Rp 2 miliar pada 2008, tidak melalui mekanisme perundang-undangan, seperti menghadirkan pihak rekanan dalam pembangunan dan pengadaan barang dan jasa.
Adapun seluruh berkas-berkas, seperti adanya keterlibatan pihak rekanan, semua dipalsukan alias fiktif. Selain kasus pemalsuan, indikasi penyimpangan lainnya, yakni sekitar 5 persen pengerjaan proyek belum selesai. Total kerugian sebanyak Rp 86 juta.
Dalam pembacaan surat pembelaannya, pekan lalu, Muhammad Said Assegaf sempat menyebut nama Irsan Idris Galigo, putra Bupati Bone, H A.M. Idris Galigo, yang disebut-sebut lebih berperan dalam pembangunan proyek tersebut.
IRFAN ABDUL GANI