IPW Membuktikan Polisi di Kawasan Pelosok Makin Brutal

Reporter

Editor

Sabtu, 30 Juli 2011 09:47 WIB

Johnson Panjaitan. TEMPO/ Amatoel

TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Penasehat IPW (Indonesian Police Watch), Johnson Panjaitan, menilai pencapaian reformasi di tubuh kepolisian masih jauh dari harapan jika melihat kenyataan kinerja aparat lembaga itu di kawasanan pelosok. Johnson menceritakan pengalamannya disandera polisi di Pulau Kawe, Raja Ampat, Papua Barat pada pertengahan Juli 2011 lalu.

"Polisi makin brutal jika daerah tugasnya makin jauh dari pusat pemerintahan, saya ditodong senapan serbu AK 47 dan SS1, ketika saya ajak dialog mereka malah mau menembak," kata Johnson di Yogyakarta, Jumat petang, 29 Juli 2011. "Bukti yang saya alami sendiri."


Menurut dia, penyanderaanya membuktikan garis komando sama sekali tidak dihormati aparat kepolisian. Dia sudah menunjukkan kepada sejumlah aparat kepolisian yang mengaku dari Polres Raja Amapat itu surat perintah pengadilan yang memerintahkan penundaan eksekusi lahan milik masyarakat adat oleh sebuah perusahaan tambang nikel dari Jakarta. Namun, meski dia menunjukkan pula surat keterangan izin dari Polda, sejumlah aparat itu malah mengancam . "Di sini kami yang berkuasa, apa itu Kapolres," kata Johnson meniruakan ucapan polisi yang terus menodongkan senjata AK 47.

Johnson khawatir ini fenomena ini adalah contoh umum yang kini tengah tejadi di seluruh kawasan pelosok Indonesia. Ada indikasi tingkat ketergantungan aparat kepolisian di kawasan pelosok dengan kalangan pengusaha yang membayarnya untuk mendapatkan bantuan keamanan sudah sangat tinggi. "Daerah pelosok tak dikuasai oleh aparat hukum lagi, tapi oleh segerombolan orang bersenjata berseragam," kata Johnson.

Johnson menilai apa yang dia temui di Raja Ampat merupakan pengalamannya yang terburuk selama 25 tahun terjun di kawasan konflik. Dia mengaku tindakan polisi di Raja Amapat jauh lebih buruk dari personel Kopassus pada zaman Orde Baru. "Mereka (Kopassus) masih mau dialog kalau ketemu di lapangan, tidak main todong saja seperti polisi di Raja Ampat," kata Johnson.

Johnson mengaku baru bisa bebas dari kepungan polisi di Raja Ampat setelah ada personel Brimob dari Polda Papua Barat yang dikirim ke Raja Ampat. Kata dia sejumlah aparat kepolisian yang mengepungnya kemudian mengaku melakukan penyanderaan karena mendapat informasi bahwa Johnson provokator. Johnson dituduh akan menggerakkan massa ke kawasan tanah sengketa itu untuk membunuh semua orang, termasuk anak-anak dan perempuan agar Pilkada di Raja Ampat batal.

"Padahal, saya jelas-jelas advokat yang mendampingi masyarakat adat setempat yang sedang bersengketa soal tanah dengan pengusaha tambang," kata Johnson.

ADDI MAWAHIBUN IDHOM

Berita terkait

Syarat Penerimaan Polri Lengkap 2024 dan Cara Daftarnya

3 jam lalu

Syarat Penerimaan Polri Lengkap 2024 dan Cara Daftarnya

Berikut ini syarat penerimaan SIPSS, Taruna Akpol, Bintara, dan Tamtama Polri 2024 serta tata cara pendaftarannya yang perlu diketahui.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

16 jam lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

Investigasi Tempo dan Amnesty International: Produk Spyware Israel Dijual ke Indonesia

17 jam lalu

Investigasi Tempo dan Amnesty International: Produk Spyware Israel Dijual ke Indonesia

Investigasi Amnesty International dan Tempo menemukan produk spyware dan pengawasan Israel yang sangat invasif diimpor dan disebarkan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

23 jam lalu

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Kompolnas menilai masih ada sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir RAT.

Baca Selengkapnya

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

1 hari lalu

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Korlantas Polri Tegaskan Pelat Dinas Berkode ZZ Harus Patuhi Aturan Ganjil Genap

1 hari lalu

Korlantas Polri Tegaskan Pelat Dinas Berkode ZZ Harus Patuhi Aturan Ganjil Genap

Korlantas Polri memastikan pelat nomor khusus kendaraan dinas berkode 'ZZ' harus tetap mematuhi aturan ganjil genap.

Baca Selengkapnya

Korlantas Ungkap Banyak Lembaga Negara Buat Pelat Dinas Tapi Tak Tercatat di Database Polri

1 hari lalu

Korlantas Ungkap Banyak Lembaga Negara Buat Pelat Dinas Tapi Tak Tercatat di Database Polri

Korlantas Polri mengungkap, terdapat banyak lembaga negara yang membuat pelat kendaraan dinas dan STNK khusus sendiri.

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

1 hari lalu

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

Komnas HAM menggunakan 127 indikator untuk mengukur pemenuhan kewajiban negara dalam pelaksanaan HAM.

Baca Selengkapnya

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Plat Kendaraan hingga Konflik Antaranggota

1 hari lalu

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Plat Kendaraan hingga Konflik Antaranggota

Yusri juga berharap, TNI dan Polri memiliki frekuensi yang sama dalam mengatasi berbagai permasalahan itu.

Baca Selengkapnya

TPNPB Klaim Tembak Mati Empat Anggota TNI-Polri dan Bakar Sekolah di Enarotali

2 hari lalu

TPNPB Klaim Tembak Mati Empat Anggota TNI-Polri dan Bakar Sekolah di Enarotali

TPNPB-OPM menyatakan menembak empat anggota aparat gabungan TNI-Polri. Penembakan itu terjadi pada Rabu, 1 Mei 2024. Keempat orang itu ditembak saat mereka sedang berpatroli.

Baca Selengkapnya