Duh, dari 237 Juta, Baru 5,2 Juta Orang Indonesia yang Mampu Kuliah
Reporter
Editor
Senin, 25 Juli 2011 14:47 WIB
Sejumlah siswa mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2011 di SMA Negeri 68 Jakarta, Selasa (31/5). Sebanyak 540.928 peserta mulai hari ini mengikuti ujian secara tertulis serentak di seluruh Indonesia dan berlangsung hingga 1 Juni 2011 besok untuk memperebutkan 110.149 kursi di 60 perguruan tinggi negeri (PTN). TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh mengatakan pemerintah tengah menggenjot angka partisipasi kasar (APK) untuk tingkat perguruan tinggi. Saat ini, APK perguruan tinggi nasional baru mencapai 26 persen. “Ke depan mau kami genjot sampai 36 persen hingga 2014,” ujar Nuh usai pelantikan pejabat eselon I Kementerian Pendidikan Nasional di kantornya, Senin 25 Juli 2011.
Angka 26 persen tersebut menunjukkan saat ini baru ada sekitar 5,2 juta penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi. Sementara, APK untuk SMA/SMK mencapai 60 persen, APK SMP 80 persen. dan SD memiliki APK paling tinggi, yakni 117 persen. “Kalau begitu berarti piramidanya harus kita tata dari yang SMK,” kata Nuh.
Caranya, kata dia, adalah dengan membenahi kemampuan siswa tingkat SMA/SMK agar berkeinginan melanjutkan ke pendidikan tinggi. Dukungan pembiayaan juga rencananya akan ditingkatkan dengan ditambahnya dana Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) SMA/SMK.
Nuh mengakui saat ini dana BOMM SMA/SMK masih jauh dari memadai. Untuk tahun ini Kementerian Pendidikan Nasional menganggarkan dana BOMM untuk siswa SMA dari Rp 120 ribu menjadi Rp 90 ribu dan SMK dari Rp 90 ribu menjadi Rp 60 ribu. “Sewaktu sekolah dasar kami beri dana BOS (bantuan operasional sekolah), APK langsung naik. Diharapkan nanti akan terjadi hal yang sama,” katanya.
Namun, saat ini pihaknya masih membahas perencanaan anggarannya. Kapan akan ada peningkatan dana BOMM juga belum ditetapkan waktunya. Cara lain peningkatan APK, kata Nuh, adalah dengan menambah jumlah SMA/SMK di tiap-tiap daerah. Sebab, saat ini masih banyak siswa yang tidak melanjutkan sekolah karena faktor lokasi yang jauh dari tempat tinggalnya.
“Jarak jauh jadi penghambat. Nanti kami desain sesuai dengan jumlah populasi di tiap kecamatan dan lihat kontur geografisnya,” kata Nuh lagi.