Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan, sebanyak 4.000 peraturan daerah dari 13 ribu peraturan daerah di seluruh Indonesia dibatalkan karena tidak memenuhi kualifikasi untuk diterapkan di masyarakat.

"Ada sekitar 4.000 peraturan daerah (perda) terpaksa dibatalkan oleh Kementerian Hukum dan HAM karena tidak cocok diterapkan di masyarakat," kata Patrialis Akbar saat berada di Mamuju, Sabtu 21 Mei 2011.

Karena itu, kata Menteri, pihaknya telah menyusun untuk membuat perda tersebut yang bermanfaat bagi kepentingan rakyat.

Menurutnya, perangkat daerah termasuk para anggota DPRD baik provinsi maupun kabupaten agar lebih profesional dalam menggodok setiap pembahasan rancangan perda untuk dijadikan perda.

"Para politisi di DPRD hendaknya berhati-hati menerapkan perda dengan melihat berbagai aspek tanpa harus merugikan masyarakat," katanya.

Patrialis mengemukakan, Kementerian Hukum dan HAM telah memiliki orang-orang profesional yang memiliki kemampuan menyusun perda-perda tersebut.

"Pemerintah di daerah bisa memanfaatkan orang-orang di Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan konsultasi dalam menyusun draf ranperda itu sendiri," jelasnya.

Menteri mengemukakan, adanya pembatalan sebanyak 4.000 perda yang diterbitkan sejak 2001 hingga 2009 telah menyedot dana yang tidak sedikit, bahkan jumlahnya mencapai triliunan.

"Memang sangat disayangkan pembatalan perda tersebut. Tapi, itu tidak bisa dipaksakan untuk diterapkan karena tidak menguntungkan rakyat. Makanya, dalam pembahasan perda oleh para anggota DPRD agar dilakukan secara profesional," tuturnya.

Ia mengemukakan, kerugian atas pembatalan perda tersebut dapat dikalkulasi kebutuhan anggaran saat dilakukan pembahasan yang jumlahnya tak kurang Rp 300 juta setiap perda. "Makanya, kerugian ini mencapai triliunan dari 4.000 perda yang batal," ucap politisi senior Partai Amanat Nasional ini.

Patrialis menerangkan, perda yang dibatalkan ini umumnya melanggar undang-undang berkaitan dengan retribusi dan pajak.

Makanya, kata Menkumham, untuk menghindari terjadinya pembatalan perda, perlu dilakukan sinkronisasi dengan pihak-pihak terkait sebelum rancangan perda disahkan menjadi perda.

Dikatakannya, peresmian Law Center atau pusat pelayanan informasi hukum terpadu ini tentunya bisa dimanfaatkan oleh semua pihak termasuk rencana pembuatan perda yang baru.

Sementara itu, Gubernur Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh dalam kesempatan yang sama juga menyambut positif dengan peresmian pusat layanan informasi pelayanan hukum kepada masyarakat.

Apalagi, kata Gubernur, Kementerian Hukum dan HAM telah memiliki orang-orang profesional untuk membantu pemerintah di daerah terkait pelayanan hukum yang lebih baik, termasuk pelayanan konsultasi penyusunan perda.