TEMPO Interaktif, Yogyakarta:Meski berada di pusat komunitas Muhammadiyah, Keraton Yogya memiliki perhitungan tersendiri untuk menentukan Hari Raya Idulfitri tahun 2002. Bila Muhammadiyah telah memutuskan Idul Fitri 1423 H jatuh pada hari Kamis, 5 Desember 2002, Keraton Yogya baru menggelar Salat Ied pada hari Jumat, 6 Desember 2002. Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan hal itu menjawab pertanyaan wartawan di kantor gubernuran DIY, Sabtu (30/11). Menurut Sultan Hamengku Buwono X, perbedaan hari raya Idul Fitri ini tidak perlu dipersoalkan. "Idul Fitri di Keraton tanggal enam (desember 2002)," ujarnya. Saat dikejar dengan pertanyaan mengapa Idul Fitri di keraton berbeda dengan keputusan PP Muhammdiyah, Sultan Hamengku Buwono X menyatakan perbedaan semacam itu adalah hal biasa. "Yo ora popo, wong wingi Idul Fitri yo bedo, kok (ya nggak apa-apa, tahun lalu Idul Fitrinya juga berbeda kok)," tegas Sultan Hamengku Buwono X. Sesuai tradisi yang berlaku di keraton Yogya, usai salat Idul Fitri, penguasa keraton menggelar acara nggrebeg. Acara ini berupa keluarnya gunungan dari keraton menuju masjid besar untuk diperebutkan oleh masyarakat. Gunungan ini merupakan simbolisasi sedekah raja kepada rakyatnya. Nggrebeg syawal ini biasanya akan menjadi atraksi menarik bagi warga Yogya maupun wisatawan. Bersamaan dengan keluarnya gunungan dari keraton ke masjid besar, Sultan menerima sungkeman dari kerabat keraton. Untuk tanggal 6 Desember 2002, khusus untuk sungkeman kerabat lelaki, sementara hari berikutnya sungkeman untuk kerabat wanita. Acara sungkeman ini biasanya terbuka untuk diliput media massa. Sementara acara lebaran khusus untuk karyawan gubernuran, Sultan Hamengku Buwono X menyatakan belum tahu jadwalnya. "Kepatihan (kantor gubernuran, red) masih libur hingga tanggal 10," katanya. Innformasi dari bagian protokol menyebutkan, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X dan Wakil Gubernur DIY Paku Alam IX dijadwalkan menggelar open house pada tanggal 11 Desember 2002. (Heru Catur Nugroho --- Tempo News Room)