Komnas HAM Segera Bersikap Soal Pelaksanaan Hukuman Mati
Reporter
Editor
Rabu, 23 Juli 2003 14:56 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Komisi Hak Asasi Nasional segera akan mengambil sikap soal eksekusi hukuman mati. Beberapa waktu lalu, Presiden menolak grasi yang diajukan enam orang pelaku tindak pidana. Salah satu wakil ketua Komisi Hak Asasi Manusia Zumrotin mengakui hal ini dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum DPR, Senin (17/2). Beberapa Individu anggota Komisi memang sudah menyatakan pendapatnya. Tapi sebagai sebuah institusi, Komnas HAM perlu mengeluarkan satu suar dalam hal ini, kata Zoemrotin di Gedung DPR/MPR. Hadir dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi Hukum Abdul Rachman Ghaffar, sejumlah pengurus Komisi seperti Wakil Ketua Solahudin Wahid, anggota Komisi Amidhan, dan MM Billah. Sementara Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara tidak hadir karena sedang melaksanakan ibadah haji. Zoemrotin mengatakan hal ini sebagai respon atas pertanyaan anggota Dewan Firman Jaya Daeli yang menyoroti sikap Komisi dalam hal ini. Menurut politisi asal Fraksi Banteng Gemuk itu, sikap Komisi sejenis di berbagai negara biasanya menolak pelaksanaan hukuman ini. Mereka yang ditolak grasinya oleh Presiden Megawati 3 Februari lalu adalah Ayodhia Prasad Chaubey warga India yang terlibat penyelundupan heroin 12,29 kilogram, dan para pelaku pembunuhan yakni pasangan suami-isteri Djais Adi Prajitno dan Ny Sumiasih, serta anak mereka Sugeng (di Surabaya), Suryadi Swabuana alia Dodi bin Sukarno alias Adi Kumis (di Palembang), Jurit bin Abdullah (Sekayu-Palembang). Menanggapi hal ini, usai rapat Solahudin Wahid mengungkapkan bahwa secara pribadi ia melihat penerapan hukuman mati sebagai shock therapy terhadap tindak kejahatan. Ia mencontohkan efektifitas pelaksanaan hukuman mati di Cina terhadap para koruptor. Ketika diterapkan kejahatan korupsi menjadi menurun, kata dia. Ia mengharapkan pelaksanaan hukuman mati bisa efektif untuk menekan tindak kejahatan tertentu, seperti para penjual narkotika dan obat-obatan terlarang. Ia melihat efektifitas hukuman mati bisa menjadi bahan kajian semua pihak. Jika pelaksanaan hukuman ini tidak menunjukkan efektifitasnya, maka hukuman mati bisa diubah menjadi hukuman kurung badan seumur hidup. Namun demikian ia meragukan konsistensi pelaksanaan jenis hukuman yang terakhir ini di Indonesia karena masih lemahnya penegakan hukum. Apa benar di Indonesia, si terpidana di penjara, itu jadi masalah lagi kan? tukas dia sambil menambahkan harus ada jaminan atas hal ini. Selain itu, ia merujuk kepada sejumlah fakta dilapangan yang menunjukkan bahwa para narapidana yang menjalani hukuman seumur hidup justru mengembangkan kemampuan kejahatannya. Di penjara, dia justru masih bisa dagang narkotika, itu bagaimana? kata dia lagi. Sementara itu, MM Bilah mengatakan bahwa dia berpendapat hukuman mati tidak perlu dilaksanakan. Ia merujuk kepada ajaran agama yang ditunjukkan oleh Yesus, yang mempertanyakan kebersihan seseorang dari dosa ketika dia menginginkan hukuman mati. Saya akan mengungkapkan pendapat saya dalam rapat, kata dia. Sementara itu anggota Dewan Julius Usman (FPDIP), mengatakan bahwa pelaksanaan hukuman mati itu sudah tepat. Ia beralasan hal itu perlu dilakukan karena orang-orang itu melakukan tindak kejahatan terhadap manusia lainnya. Hukuman mati itu bukan pelanggaran ham. Memang dia (para narapidana) jahat kok, tegas dia. (Budi RizaTempo News Room)
Berita terkait
Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti
4 menit lalu
Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.