TEMPO Interaktif, Jakarta - Majelis Hakim menyesalkan keputusan kuasa hukum tak mendampingi Abu Bakar Baasyir, terdakwa kasus tindak pidana terorisme dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis 24 Maret 2011. Tim kuasa hukum memutuskan tak hadir di dalam ruang sidang karena memprotes pemeriksaan saksi secara telekonferensi.
"Majelis Hakim menyayangkan tindakan penasehat hukum yang seharusnya membela kepentingan terdakwa secara maksimal. Kalau tidak menghadiri, maka perlindungan hukum kepada terdakwa tidak maksimal," kata Ketua Majelis Hakim Herri Swantoro dalam sidang.
Herri menjelaskan, berpedoman pada pasal 198 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, maka jika penasehat hukum tidak mendampingi terdakwa, maka Hakim menafsirkan ketidakhadiran tersebut sebagai berhalangan hadir. Terdakwa, kata Herri, dengan demikian bisa menunjuk kuasa hukum lain untuk mendampingi.
Namun Ba'asyir menyatakan menolak tawaran hakim untuk mengganti kuasa hukum. "Jadi sikap saya sesuai surat yang disampaikan kuasa hukum ke jaksa dan majelis hakim. Saya tidak akan menghadiri sidang selama kalimat teror ditunjukkan pada saya" kata Baasyir.
Baasyir menganggap, ini pelecehan. "Kalau saksi menghendaki saya tidak hadir, saya tidak hadir. Tapi kalau saksi bilang saya hadir, saya akan hadir," ujarnya.
Herri kemudian berusaha membujuk Ba'asyir untuk tetap hadir di persidangan. "Saudara sendiri yang akan rugi. Akan lain kalau saudara hadir, dengan mendengarkan resume berita acara," kata dia.
Ba'asyir sempat mengabaikan tawaran hakim. "Saya mengerti, tapi saya juga minta dimengerti karena ini masalah pelecehan," ujarnya. Namun, setelah enam saksi yang hadir menyatakan bersedia diperiksa secara langsung di depan terdakwa, Ba'asyir "luluh". Ia pun bersedia mendengarkan keterangan saksi dari dalam ruang sidang Oemar Seno Aji.