TEMPO Interaktif, Pamekasan - Komisi Pemerintahan DPRD Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, tetap akan membuat peraturan daerah (perda) tentang larangan organisasi Ahmadiyah.
Alasan Dewan, karena Peraturan Gubernur Jawa Timur yang melarang Ahmadiyah dan SKB Tiga Menteri tidak termasuk hierarki peraturan perundangan-undangan yang memiliki hukum mengikat.
"Inilah alasan kenapa kami tetap ingin buat perda larangan Ahmadiyah," kata Ketua Komisi Pemerintahan Suli Faris, Sabtu (5/3).
Suli menilai Peraturan Gubernur Jawa Timur tersebut belum menjadi solusi terbaik karena di dalamnya tidak mengatur sanksi apa pun, jika jamaah Ahmadiyah melanggar larangan yang sudah dibuat.
Apalagi, lanjut dia, Ahmadiyah di Indonesia tidak terdaftar sebagai agama, melainkan hanya sebagai Jamaah Ahmadiyah Indonesia. "Supaya aturan larangan Ahmadiyah lebih tegas, pergub perlu diperkuat perda," terangnya.
Menurut dia, secara umum larangan Ahamdiyah dalam perda sama dengan dalam Peraturan Gubernur Jatim, seperti dilarang menaruh papan nama dan menyebarkan atau mengajak orang lain masuk Ahmadiyah. "Soal sanksi tiap pelanggaran masih dimatangkan," paparnya.
Bupati Pamekasan KH Kholilurrahman mempersilakan jika DPRD Pamekasan tetap akan membuat perda larangan Ahmadiyah, meski secara pribadi dia menilai perda tidak perlu lagi karena sudah ada peraturan gubernur. "Kalau mau perda silakan, kami akan dukung," tuturnya singkat.
Kantor Kementerian Agama Pamekasan sendiri mendukung perda tersebut, meski berdasarkan hasil pantauannya, Ahmadiyah belum masuk kabupaten Pamekasan. "Saya mendukung pembubaran Ahmadiyah," kata Kepala Depag Pamekasan Abdul Wahed.
Ada pun komunitas Ahmadiyah sendiri terbagi dua, yaitu Ahmadiyah Qodian atau dikenal Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang bermarkas di Bogor. Aliran ini yang meyakini Mirza Ghulam sebagai seorang nabi.
Kedua, Ahmadiyah Lahore atau dikenal Gerakan Ahmadiyah Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Aliran ini hanya menganggap Mirza Ghulam Ahmat hanya sebagai pembaharu ajaran Islam. M
MUSTHOFA BISRI
Berita terkait
Pemerintah Diminta Perhatikan Jemaah Ahmadiyah NTB Saat Lebaran
6 Juni 2018
Penyerangan dan pengrusakan terhadap rumah jemaah Ahmadiyah di Grebek, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat terjadi pada 19 dan 20 Mei lalu.
Baca SelengkapnyaAhmadiyah Disebut Kerap Alami Kekerasan Berbasis Agama Sejak 1998
21 Mei 2018
Tindakan intoleran terhadap jemaah Ahmadiyah yang baru-baru ini terjadi adalah aksi penyerangan, perusakan, dan pengusiran di Lombok Timur, NTB.
Baca SelengkapnyaAhmadiyah Meminta Polisi Memproses Pelaku Penyerangan di Lombok
21 Mei 2018
Jamaah Ahmadiyah meminta langkah cepat Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi seperti pernyataannya di media sosial.
Baca SelengkapnyaPerusak Rumah Warga Ahmadiyah di NTB Diperkirakan 50 Orang
21 Mei 2018
Massa merusak 24 rumah warga Ahmadiyah. Polisi mengevakuasi penduduk ke kantor Kepolisian Resor Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaSetara: Persekusi Ahmadiyah Merupakan Tindakan Biadab
20 Mei 2018
Setara Institute mengecam persekusi yang menimpa komunitas Jamaah Ahmadiyah di Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaSekelompok Orang Serang dan Usir Penganut Ahmadiyah di NTB
20 Mei 2018
Sekelompok orang melakukan penyerangan, perusakan, dan pengusiran terhadap warga penganut Ahmadiyah di Desa Greneng, Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaJemaah Ahmadiyah Minta di Kolom Agama E-KTP Ditulis Islam
25 Juli 2017
Jemaah Ahmadiyah minta dalam kolom agama e-KTP ditulis Islam.
Baca SelengkapnyaWarga Ahmadiyah di Manislor Desak Pemerintah Terbitkan E-KTP
24 Juli 2017
Jemaah Ahmadiyah di Kuningan meminta Ombudsman mendorong pemerintah daerah setempat untuk menerbitkan e-KTP bagi warga Manislor yang juga Ahmadiyah.
Baca SelengkapnyaTjahjo Kumolo Dukung Ahmadiyah Dapat E-KTP, Kolom Agama Kosong
24 Juli 2017
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendukung jemaah Ahmadiyah untuk tetap mendapatkan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Baca SelengkapnyaHuman Rights Watch: Larangan Atas Ahmadiyah Melahirkan Kekerasan
14 Juni 2017
Sejak ada SKB tiga menteri, kata Andreas, semakin banyak masyarakat Indonesia yang intoleran.
Baca Selengkapnya