TEMPO Interaktif, Gilimanuk: Burung endemik jalak bali kini tinggal 25 ekor di habitat aslinya. Jumlah ini masih membahayakan untuk bisa disebut aman. Demikian dikemukakan Kepala Balai Taman Nasional Bali Barat (TNBB) Soedirun DS di kantornya di Desa Gilimanuk, Jembrana, Bali, Jumat (17/10). Kendala terbesar yang dihadapai taman nasional untuk meningkatkan populasinya di alam antara lain karena keterbatasan sumber makanan yang tersedia serta predator seperti ular. Sedangkan pencurian, tidak lagi menjadi masalah, seperti dasawarsa sebelumnya. "Beberapa waktu lalu kita temukan tiga ekor dalam keadaan sakit. Entah bagaimana kemudian tidak terpantau lagi yang tiga ekor itu. Barangkali sudah mati," jelas Soedirun. Burung jalak bali (Leucopsar rothschildi) terancam punah sejak awal 1990-an. Pada 1991, hanya tersisa 36 ekor di habitatnya, di Gilimanuk dan sekitarnya. Padahal pada 1970-an, jumlah mereka masih mencapai ratusan ekor. Kondisi tersebut kemudian menyadarkan semua pihak untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan. Pada 1995 akhirnya TNBB mendirikan pusat penangkaran di kawasan Tegal Bunder. Pusat penangkaran itu dimaksudkan untuk mempersiapkan individu baru guna dilepas ke alam bebas. Penangkaran itu kemudian mendapat dukungan dari sejumlah kebun binatang dalam dan luar negeri. Gubernur Bali Dewa Made Beratha ketika melepas 5 pasang (10 ekor) jalak bali pada akhir Desember 2001 di Teluk Brumbun, masih termasuk kawasan TNBB, sempat menyampaikan ancaman keras terhadap para pemburu satwa langka tersebut. Gubernur Bali meminta kepada petugas di TNBB untuk tegas terhadap para pelaku pencurian. "Kalau perlu para pencuri itu ditembak di tempat," kata Dewa Beratha kala itu. Soedirun menambahkan, selain 25 ekor yang hidup bebas di habitat aslinya, di pusat penangkaran Tegal Bunder saat ini tercatat ada 30 pasang (60 ekor) induk. Ke-30 pasang induk itu sudah berhasil menetaskan anak sekitar 70 ekor. Anak-anak jalak bali itu kelak setelah berusia enam bulan akan diseleksi untuk menjalani penangkaran di sangkar pra pelepasan di Teluk Brumbun. Sebelum dilepas ke alam bebas, jalak bali yang belum dewasa itu terlebih dulu menjalani masa penyesuaian selama 3 bulan di sangkar pra pelepasan. Sekalipun telah dilakukan seleksi ketat dan masa adaptasi sedemikian rupa, mereka tidak bisa diharapkan hidup 100 persen menjadi burung liar. Keadaan demikian menyebabkan burung-burung itu terkadang tidak mampu bertahan hidup. Kematian mereka antara lain disebabkan karena tak bisa mencari makanan sendiri. Atau tidak awas terhadap berbagai predator alam. Organisasi internasional untuk konservasi alam dan sumber-sumber alam (IUCN) pada 1996 telah menetapkan jalak bali sebagai satwa yang harus dilindungi karena keberadaannya terancam punah. Meski berbagai upaya telah dilakukan, namun populasi mereka di alam tetap belum menggembirakan semua pihak. Hanya 25 ekor di habitatnya. Dan semua itu bukan burung liar, tetapi hasil penangkaran yang induknya berasal dari beberapa kebun binatang. Made Mustika - Tempo News Room
Berita terkait
Desak Polisi Usut Anggota Polda Metro Jaya Pesta Narkoba Secara Terbuka, IPW: Terapkan Jargon Presisi
59 menit lalu
Desak Polisi Usut Anggota Polda Metro Jaya Pesta Narkoba Secara Terbuka, IPW: Terapkan Jargon Presisi
Menurut IPW, polisi pesta narkoba di Depok harus diberi sanksi lebih berat karena mereka tahu mengonsumsi narkoba itu dilarang.
Profil dan Kontroversi Tien Soeharto: Kisah Perjalanan Seorang Ibu Negara
1 jam lalu
Profil dan Kontroversi Tien Soeharto: Kisah Perjalanan Seorang Ibu Negara
Tien Soeharto memiliki profil yang kompleks, seorang ibu negara yang peduli hingga terlibat dalam berbagai kontroversi yang mengiringi masa pemerintahan suaminya.