"Saya mau mengajar," katanya kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
Dedy adalah dosen ilmu politik di Universitas Islam Madura, Pamekasan.
Saat akan memacu sepeda motornya, tiba-tiba telepon genggamnya berdering. Dedy tampak serius menyimak perbicaraan orang diseberang telepon. Beberapa kali ia menganggukkan kepala. Setelah pembicaraan selesai, tangannya mengutak-atik tombol HP mengirim pesan singkat.
"Gak jadi ngajar, ada orderan, saya udah kasi tahu mahasiswa saya," ujarnya girang.
Orderan yang dimaksud Dedy adalah menjadi sopir panggilan. Jumat itu ada orang nyarter mobil milik kawannya untuk pergi ke Surabaya. Ia dipercaya menjadi sopir, tiap kali ada penyewa mobil. "Kalau ada orderan, ngajar pasti saya tinggalkan dulu," kata pria beranak dua ini.
Kenapa? Dedy mengaku honor sopir panggilan jauh lebih besar dibandingkan mengajar di Universitas Islam Madura. Sekali nyopir ia bisa mengantongi Rp 100 ribu jika tidak menginap. Jika menginap ia terima bersih Rp 300 ribu. "Sekali nyopir, pendapatan setara satu bulan gaji dosen," katanya menerangkan.
Ia mengaku dari mengajar hanya mendapatkan Rp 160 ribu per bulan. Dalam sebulan Dedy hanya empat kali mengajar, tiap pertemuan dibayar Rp 15 ribu. Tapi sejak Desember ini bayarannya naik menjadi Rp 20 ribu sekali mengajar. "Honor Rp 15 ribu itu sejak tahun 2000," katanya.
Dengan pendapatan sekecil itu, Dedy mesti mengubur impiannya memiliki rumah sendiri. Kini ia dan keluarganya, tinggal disebuah rumah dinas guru sekolah dasar di Pamekasan. "Meski kecil rumahnya enak karena gak perlu sewa," katanya sambil tertawa.
Meski pendapatan kecil, Dedy mengaku dosen adalah jalan hidupnya karena ia merasa puas dengan mengajar terlebih jika ada anak didiknya menjadi orang sukses. "Sampai sekarang ada mahasiswa yang memberi beras dan rokok kepada saya, terutama kelas extention yang rata-rata PNS," katanya.
Ia mengaku tidak malu menjadi sopir panggilan. Bahkan sempat suatu kali, orang tua seorang mahasiswanya menyarter mobil yang biasa dipegang Dedy. "Agak canggung juga, tapi saya bilang, anggap saya sebagai sopir saja," kenangnya.
Dedy berharap, kelak bisa menjadi dosen pegawai negeri sipil dan bisa memperoleh beasiswa untuk melanjutkan ke strata dua yang menjadi syarat menjadi dosen negeri. Semoga...
MUSTHOFA BISRI