Menteri Pertahanan Akui Masih Ada Nepotisme di TNI
Reporter
Editor
Kamis, 12 Maret 2009 21:40 WIB
TEMPO Interaktif , Jakarta: Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengakui bahwa nepotisme dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia mungkin masih terjadi. "Tapi saya kira perlu ditelaah apakah itu terjadi secara sistematik atau sporadik," ujarnya usai bicara dalam Seminar Universitas Pertahanan Indonesia di Departemen Pertahanan Jakarta, Kamis (12/03). Sebab secara kelembagaan nepotisme sporadis telah jauh berkurang, sedangkan nepotisme sistematik tak pernah lagi terjadi.
Pernyataan Juwono ini merupakan tanggapan atas tulisan Letnan Jenderal (purn) Sintong Panjaitan dalam bukunya yang berjudul “'Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando”. Dalam buku tersebut Sintong menulis bahwa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme telah merusak sendi-sendi bangsa. Pada 1980-1990, KKN juga ikut merasuk dalam tubuh ABRI yang merusak tatanan didalamnya.
Juwono tak mengelak itu pernah terjadi pada massa lampau. Dimana sistem kepemimpinan masih sentralistik dan sistem kepemimpinan masih top down yang kuat. Namun dalam kurun waktu terakhir semua menjadi lebih baik. "Sebab sistemnya berjalan lebih kuat dan baik dibanding individunya," ujarnya. Karena itu pernyataan Sintong soal KKN dalam tubuh TNI harus dikaji dengan baik.
Secara sporadis, mungkin masih terjadi namun hanya pada satu atau dua tempat saja. Misalnya dalam pengadaan atau rekruitmen. "Dan saya akui mungkin di Dephan juga masih ada permainan-permainan itu. Tapi besaran dan intensitasnya telah jauh berkurang," ujarnya.
Pengawasan oleh inspektorat jenderal baik di Dephan, Mabes TNI maupun ketiga matra TNI berperan besar. "Kami telah tetapkan bahwa semua pengadaan harus transparan, harus melalui sistem evaluasi pengadaan," ujarnya. Dalam sistem ini di pertemuan antara pengguna, penyuplai dan pemerintah, dalam hal ini departemen. "Habis itu saya kira 90% sudah jauh lebih baik dari empat tahun lalu".
Sayangnya terjadi ironi setelah era keterbukaan 1998. "Sekarang walaupun terbuka dan transparan secara ironi masih terjadi imunitas," ujarnya. Keterbukaan itu membuat orang tak lagi peduli dan takut untuk melakukan hal yang salah.
Karena itu Dephan mendukung dijalankannya Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. "Jangan sampai Komisi Pemberantasan Korupsi dihilangkan," ujarnya.