TEMPO Interaktif, Mataram: Hari ini, tepat tiga tahun berada di pengungsian, warga Ahmadiyah di Lombok tidak lagi menerima bantuan beras dari Departemen Sosial. Sebelumnya, setiap tahun sejak 4 Februari 2006 mereka menerima jatah 14 ton beras. Mereka diminta hidup membaur di lingkungan masyarakat dan tidak hidup berkelompok secara eksklusif.
Kepala Dinas Sosial Nusa Tenggara Barat (NTB) Bachruddin membenarkan soal penghentian bantuan beras dan lauk pauk untuk jemaah Ahmadiyah di Asrama Transito Mataram dan di Praya Lombok Tengah, Rabu (4/2) siang.
"Sudah tidak ada celah pemberian bantuan, sudah lewat enam bulan," ujarnya sewaktu ditemui wartawan di DPRD NTB. Dana bantuan APBD juga tidak tersedia apabila APBN juga tidak membolehkan pemberian bantuan yang lebih dari enam bulan.
Menurutnya, para jemaah Ahmadiyah tersebut tidak dapat dipenuhi permintaannya untuk diperlakukan sebagai pengungsi yang mencari suaka sebagaimana orang asing asal Timur Tengah yang ditampung di beberapa hotel di Mataram.
Salah seorang warga Ahmadiyah di Asrama Transito Mataram, Sarim Ahmadi, yang ditemui Tempo sedang bekerja di toko cat di selatan Pasar Karang Sukun Mataram mengatakan pihaknya meminta jaminan pemerintah agar bisa pulang kembali ke rumahnya di BTN Bumi Asri, Dusun Ketapang, Desa Gegerung, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, yang dirusak dan dibakar warga, 4 Februari 2006.
"Kalau pemerintah tidak bisa bertanggung jawab, kembalikan kami ke rumah di Ketapang," kata Sarim. Mengenai anjuran tidak eksklusif, Sarim mempertanyakan perusakan rumah-rumah mereka yang dilakukan sewaktu mereka sebelumnya hidup di Pancor Lombok Timur.
Saat ini ada 33 kepala keluarga (KK) atau 137 jiwa warga Ahmadiyah di Asrama Transito Mataram dan 14 KK atau 53 jiwa di penampungan eks RSUD Praya di Kabupaten Lombok Tengah. Selama ini, ujarnya, untuk dua lokasi penampungan tersebut memperoleh dua ton beras setiap tiga bulan, masing-masing jiwa mendapatkan 11 kilogram beras. Bulan Januari 2009 lalu mereka masih menerima separuhnya, hanya satu ton, sehingga dibagi per jiwa sebanyak tujuh kilogram.
SUPRIYANTHO KHAFID
Berita terkait
Pemerintah Diminta Perhatikan Jemaah Ahmadiyah NTB Saat Lebaran
6 Juni 2018
Penyerangan dan pengrusakan terhadap rumah jemaah Ahmadiyah di Grebek, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat terjadi pada 19 dan 20 Mei lalu.
Baca SelengkapnyaAhmadiyah Disebut Kerap Alami Kekerasan Berbasis Agama Sejak 1998
21 Mei 2018
Tindakan intoleran terhadap jemaah Ahmadiyah yang baru-baru ini terjadi adalah aksi penyerangan, perusakan, dan pengusiran di Lombok Timur, NTB.
Baca SelengkapnyaAhmadiyah Meminta Polisi Memproses Pelaku Penyerangan di Lombok
21 Mei 2018
Jamaah Ahmadiyah meminta langkah cepat Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi seperti pernyataannya di media sosial.
Baca SelengkapnyaPerusak Rumah Warga Ahmadiyah di NTB Diperkirakan 50 Orang
21 Mei 2018
Massa merusak 24 rumah warga Ahmadiyah. Polisi mengevakuasi penduduk ke kantor Kepolisian Resor Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaSetara: Persekusi Ahmadiyah Merupakan Tindakan Biadab
20 Mei 2018
Setara Institute mengecam persekusi yang menimpa komunitas Jamaah Ahmadiyah di Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaSekelompok Orang Serang dan Usir Penganut Ahmadiyah di NTB
20 Mei 2018
Sekelompok orang melakukan penyerangan, perusakan, dan pengusiran terhadap warga penganut Ahmadiyah di Desa Greneng, Lombok Timur.
Baca SelengkapnyaJemaah Ahmadiyah Minta di Kolom Agama E-KTP Ditulis Islam
25 Juli 2017
Jemaah Ahmadiyah minta dalam kolom agama e-KTP ditulis Islam.
Baca SelengkapnyaWarga Ahmadiyah di Manislor Desak Pemerintah Terbitkan E-KTP
24 Juli 2017
Jemaah Ahmadiyah di Kuningan meminta Ombudsman mendorong pemerintah daerah setempat untuk menerbitkan e-KTP bagi warga Manislor yang juga Ahmadiyah.
Baca SelengkapnyaTjahjo Kumolo Dukung Ahmadiyah Dapat E-KTP, Kolom Agama Kosong
24 Juli 2017
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendukung jemaah Ahmadiyah untuk tetap mendapatkan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP.
Baca SelengkapnyaHuman Rights Watch: Larangan Atas Ahmadiyah Melahirkan Kekerasan
14 Juni 2017
Sejak ada SKB tiga menteri, kata Andreas, semakin banyak masyarakat Indonesia yang intoleran.
Baca Selengkapnya