TEMPO Interaktif, MADIUN:Puluhan petani Desa Milir dan Kebonsari, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, turut menjadi korban padi varietas super toy HL2. Sekitar 40 hektar tanaman padi super toy yang telah menguning ternyata tidak bisa dipanen, biji padi tidak berisi atau kopong. "Setiap batang hanya lima biji yang berisi padi," Kata Sukirno salah seorang petani di Desa Milir, Sabtu (6/9).Harapan para petani bisa meraup keuntungan berlipat memenuhi keperluan lebaran gagal. Bahkan mereka tidak bisa mengembalikan ongkos produksi yang terlanjur dikeluarkan. Biaya produksi padi super toy dua kali lipat dibanding tanaman padi lokal. "Setiap hektare butuh pupuk hingga satu ton lebih," jelasnya.Pada masa panen pertama, Sukirno mengaku puas karena hasil produksinya mencapai 8 ton per hektare. Setelah batang padi dibabat hingga ketinggian 3 centimeter dari permukaan tanah, tanaman padinya berubah. Setelah tiga bulan, tananam padi super toy tidak berisi atau kopong. Benih padi super toy, kata Sukirno, dipasok oleh Agus Zamroni, pengusaha asal Madiun. Seluruh biaya produksi dipinjami Agus, petani membayar setelah panen. Petani menanam varietas super toy sejak enam bulan lalu. "Hasil panen dibeli pak Agus," ujarnya.Yakin tanaman padi super toy tidak produksi, para petani ramai-ramai membabat batang tanaman hasil produksi PT Sarana Harapan Indopangan. Jerami sekaligus biji padi diangkut sebagai pakan ternak. Sukirno beserta petani yang lain, akan kembali mengolah lahan sawahnya dengan tanaman padi jenis IR 64. Sedangkan, Agus Zamroni yang memasok bibit sekaligus membeli hasil produksi padi super toy tengah berada di Bali. Selain dikenal sebagai pengusaha supermarket dan pertani di Madiun, Agus juga memiliki sejumlah hotel dan restoran di Bali. Pengusaha ini, telah mengembangkan padi super toy hingga di daerah Ponorogo. "Bibit didatangkan dari Purworejo Jawa Tengah," tutur Erik Estrada, salah seorang karyawan Agus Zamroni.Erik meyakinkan, bila pada panen pertama gabah super toy sempat menjadi primadona sejumlah petani di Desa Milir. Harga jualnya lebih tinggi yakni Rp 3 ribu per kilogram, dibanding gabah IR 64 sekitar Rp 2.500. "Berasnya bagus, enak dan pulen," ucapnya. EKO WIDIANTO