TEMPO Interaktif, Kupang: Lalu lintas penyeberangan darat di wilayah perbatasan darat Indonesia dan Timor Leste berkurang. Penurunan ini diduga sebagai dampak dari demontrasi eks pengungsi Timor Timur yang berakhir rusuh di Atambua, Kabupaten Belu, sepekan terakhir. Sebelum ada aksi unjuk rasa itu, pintu masuk perbatasan Motaain di Utara Kabupaten Belu maupun pintu Metamasin di bagian selatan selalu ramai dilewati warga yang ingin berlibur atau berbelanja kebutuhan pokok. Namun tiga hari terakhir suasananya terlihat lengang. Meski begitu petugas imigrasi maupun aparat dari TNI, Polri, Bea Cukai dan Karantina Hewan dan Tumbuhan tetap melakukan aktifitas sebagaimana biasanya.Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste, LetnanKolone Inf. RM Kusdaryono yang dihubungi hari ini mengatakan, unjuk rasa yang dilakukan eks pengungsi Timtim dipusatkan di Atambua, meski sebelumnya ada keinginan untuk menggelar aksi yang sama perbatasan Motaain. "Perbatasan tidak akan ditutup. Lalulintas orang dari dan ke Timor Leste masih normal," ujarnya. Informasi yang diperoleh dari Pos Imigrasi Motaain menyebutkan, dalam tiga hari terakhir, lalu lintas orang asing dari Timor Leste didominasi warga Asia. "Warga asal Eropa, Australia dan Amerika tidak ada yang melewati Motaain. Mungkin mereka takut karena aksi eks pengungsi Timtim yang mengancam akan menyandera pekerja lembaga asing," kata sumber di pos Imigrasi Motaain.Menurut sumber itu, biasanya setiap hari penyeberangan dari dan ke Timor Leste mencapai 60-80 orang. Tetapi saat ini menurun menjadi rata-rata 40 orang setiap hari. "Orang asing yang di Timor Leste lebih senang belanja di Atambua atau Kupang, karena harga murah," katanya. Unjukrasa yang telah berlangsung selama sepekan ini membuat Kota Atambua seperti kota mati. Pengunjuk rasa merusak Kantor Dinas Sosial, Gedung DPRD Belu dan menyegel Kantor Perwakilan World Food Programme di Atambua. "Kami akan terus menyegel kantor ini sampai tuntutan kami dipenuhi pemerintah," kata Matheus BC Guides, Sekretaris Jenderal Forum Kemanusiaan Warga Negara Indonesia eks Timtim Korban Keputusan Politik.Mereka menuntut pemerintah membayar dana keserasian sosial, bantuan BahanBangunan Rumah dan dana determinasi tahap pertama senilai Rp80,7 miliar dantahap kedua sebesar Rp700 miliar bagi sekitar 16.400 eks pengungsi Timtimdi dareah itu. (Jems de Fortuna)