TEMPO Interaktif, Bojonegoro:Camat Widang Bambang Dwidjono menilai proyek perbaikan tanggul negara yang jebol diterjang banjir Bengawan Solo terkesan lambat. Padahal, dampak dari jebolnya tanggul tersebut, ada 15 desa di Kecamatan Widang terendam banjir lebih dari 10 hari.Menurut Bambang, masalah utama banjir yang datang di belasan desa Kecamatan Widang karena jebolnya tanggul di beberapa titik, seperti Desa Tegalsari, Desa Tegalrejo dan Desa Simorejo. Tanggul yang rata-rata setinggi 2 meter tersebut jebol ketika terjadi banjir besar pada awal Januari 2008 lalu.Sekarang ini, penanganan pencegahan air dari tanggul dilakukan dengan cara manual, seperti tanggul di Tegalrejo dan Simorejo yang jebol sepanjang 190 meter. Untuk membendung banjir dari luapan Bengawan Solo, air ditahan dengan tumpukan karung berisi pasir. Tetapi, pengerjaannya yang lambat, membuat air tidak bisa dikendalikan."Yang jadi korban masyarakat saya. Ini yang saya minta pihak Badan dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Bengawan Solo untuk cepat memperbaiki," tegasnya.Dia yakin jika tanggul jebol di Kecamatan Widang bisa diatasi, banjir tidak lagi merendam 15 dari 16 desa di Kecamatan Widang. Dia berharap anggaran dari pemerintah pusat dicairkan dalam proses penanganan banjir .Sementara itu, Kepala Dinas Kimpraswil Tuban, Sri Pandoyo, mengatakan penyebab utama menggenangnya banjir di 15 desa di Kecamatan Widang, selain karena belum diperbaikinya tanggul, juga karena akses sudetan air keluar yang kecil.Menurutnya, penanggung jawab tanggul negara di DAS Bengawan Solo, yaitu BPSDA yang ada di Bojonegoro dan berpusat di Solo.Koordinator Penanggulangan Bencana di Balai PSDA eks-karesidenan Bojonegoro, Moelyono, mengatakan pengerjaan tanggul jebol di Widang terhalang oleh banjir. Pengerjaan tanggul jebol di Tegalsari sudah dilakukan. "Tetapi, baru beberapa hari dikerjakan, banjir datang lagi. Akhirnya dihentikan," tegasnya.Sujatmiko